Sunday, November 10, 2013

Bahasa Jawa itu Oks Banget (Warna-warni Ende Part. 8)


Baiklah, lewat catatan ini saya tegaskan bahwa saya tidak mendiskriminasi bahasa lain. Saya tidak ada maksud untuk memuja bahasa Jawa hanya karena saya orang Jawa. Sepertinya rasis banget kan. Tapi, saya tegaskan lagi, saya orang yang cinta damai, dan postingan ini hanyalah curhatan geje saya selama saya di tempat pengabdian (ceileh, bahasanya ngeri sudah).

Kali ini saya akan mem- posting tentang keragaman bahasa di tanah Ende.

Ende memiliki tiga suku besar yang dominan (menurut Drs. Ghermanus L. Medho waktu beliau menyampaikan materi tentang Kabupaten Ende saat saya dan teman-teman prakondisi di AAU tempo hari), yaitu Etnis Lio, Etnis Ende, dan Etnis Nanga Panda. Etnis Lio sendiri terdiri dari daerah Ndona, Ndona Timur, Wolojita, Wolowaru, Ndori, Lio Timur, Kotabaru, Maurole, Wewaria, Maukaro, Detusoko, Detukeli, Kelimutu, dan Lepembusu Kelisoke. Etnis Ende meliputi daerah Ende, Ende Tengah, Ende Timur, Ende Utara, Ende Selatan, dan Pulau Ende. Terakhir, Etnis Nanga Panda terdiri dari Nanga Panda dan Maukaro.

Imbasnya, bahasa yang digunakan di Kabupaten Ende itupun ada beberapa bahasa (bahkan sebenarnya, di daratan Flores itu  hampir semua kabupaten memiliki bahasa yang beragam, sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa percakapan sehari-hari di tempat-tempat umum, seperti di terminal, pelabuhan, pasar, dsb. Hebat kan, the real Indonesian banget). Bahasa yang paling dominan adalah bahasa Ende dan bahasa Lio. Kebetulan saya ditempatkan di daerah yang berbahasa Ende. Maka, sedikit demi sedikit saya mulai belajar bahasa Ende. Misalnya, kata-kata sederhana seperti Ja’o, Miu, Ka, Eru, Sai, Ho’o, Petu, Mai si, Mai ka, dsb (jika terdapat kesalahan penulisan bahasa, mohon dimaklumi...hehehe...).

Nah, di sinilah saya melihat perbedaan yang mendasar antara bahasa Jawa dan bahasa Ende. Tidak hanya dengan bahasa Ende sebenarnya, tapi juga bahasa Inggris. Bahwa bahasa Jawa itu adalah bahasa yang rumit dan sangat berbeda sekali dengan bahasa yang lain (ini tidak hanya pendapat pribadi saya, tapi beberapa orang sudah pernah mengatakannya juga—hanya saja saya lupa siapa saja, hehehe).

Mengapa demikian?

Sumber Gambar
Karena bahasa Jawa terdiri dari berbagai macam bahasa berdasarkan penggunaannya. Misalnya, kepada orang yang lebih tua akan beda penggunaannya dengan orang yang lebih muda. Kata ‘kamu’ saja ada beberapa macam, yaitu ‘panjenengan’, ‘njenengan’, ‘sampeyan’, ‘kowe’, dsb. Hal itu tergantung dari dengan siapa kita berbicara. Itu belum ragam bahasa Jawa itu sendiri. Bahasa Jawa Jogja, Jawa Tengah, dan Jawa Timur tentu beda. Jogja umumnya lebih halus. Ada juga bahasa ngapak. Yah...pokoknya beda-beda banget lah.

Coba dibandingkan dengan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia atau bahasa Ende yang hanya menggunakan satu kata saja, yaitu ‘kamu’, ‘you’, ‘miu’, dsb. Lebih sederhana. Tapi, bagi saya yang sudah biasa menggunakan kata ‘njenengan’ dan ‘sampeyan’ pada orang lain, mengatakan ‘kamu’ kepada orang yang lebih tua itu rasanya tidak sopan sekali. (sekali lagi, ini mungkin hanya rasa bahasa saja).

Dan jujur saja, saya selama hidup begini belum bisa mempraktikkan secara bagus bahasa Jawa yang baik dan benar. Misalnya, kalau saya ngomong menggunakan bahasa Jawa, maka saya akan campur antara bahasa Jawa alus, madya, bahkan bahasa Indonesia juga—kadang terselip ngoko juga, karena saking groginya. Yap...memang saya masih amatir dalam penggunaan bahasa Jawa, tapi tetap berusaha untuk menggunakannya. Orang Jawa kok tidak bisa bahasa Jawa, yang malu-maluin banget kan (meski sebenarnya tak sedikit orang yang tidak bisa bahasa Jawa padahal orang Jawa, hehehe...*pizzz).

Jadi, sangat sulit untuk berbicara dengan bahasa Jawa kalau tidak dibiasakan sejak kecil. Yap, sejak kecil. Peran orang tua menjadi dominan di sini. Pasalnya, lingkungan di daerah Jawa saat ini kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia. Meski menggunakan bahasa Jawa pun, yang digunakan adalah bahasa ngoko. Imbasnya, anak-anak pun lebih akrab dengan bahasa ngoko dibandingkan dengan bahasa alus—bahkan malah menggunakan bahasa Indonesia. Saya amati, orang tua yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian, maka anak-anaknya pun cenderung berbahasa Indonesia. Beda cerita ketika orang tuanya menggunakan bahasa Jawa ngoko, maka anak-anaknya pun menggunakan ngoko. Nah, kalau orang tuanya menggunakan bahasa Jawa alus, pastilah nanti anak-anaknya terbiasa dengan bahasa Jawa yang alus—meski secara keseharian di masyarakat dan sekolah dia menggunakan bahasa Indonesia.

Nah, makanya penggunaan bahasa keseharian pun harus benar-benar dicermati ketika kita sudah berumah tangga nantinya, karena akan memengaruhi perkembangan bahasa anak kita nantinya.
Saya tahu itu tidak mudah, terutama bagi orang seumuran saya—baik yang belum menikah, sudah menikah, maupun yang mau punya anak. Terlebih ketika kita tidak bisa bahasa Jawa dengan baik dan benar tapi ingin anaknya bisa bahasa Jawa. Saran sederhananya hanya satu yaitu mulai belajar saat ini juga. Belajar. Meski sedikit, itu pasti akan memiliki dampak yang sangat baik. Anak yang keluarganya menggunakan bahasa Jawa, saya perhatikan cenderung sopan, santun, dan ngajeni orang yang lebih tua. Saya sih, pengen anak saya seperti itu.

Jadi, kalau dalam angan saya nih, nanti saya ingin menggunakan banyak bahasa di rumah: bahasa Jawa alus maupun madya—sebisa mungkin hindari ngoko, bahasa Indonesia yang baik dan benar—bukan bahasa gaul, bahasa Inggris, dan bahasa Arab. Well, tentu saja itu tidak mudah, apalagi saya kan tidak bisa bahasa Arab. Heemmm...urusan bahasa Arab biar dipikir bapaknya, wkwkwk... Tapi itukan hanya angan-angan saja...

Ah, postingan saya kali ini super geje ya...hehehe...yang penting posting. Endingnya, saya tekankan di sini, bahwa bahasa Jawa itu bahasa yang keren, tidak mudah dipahami, tapi begitu dipraktikkan secara total benar-benar bisa amazing. Dan saya bangga menjadi orang Jawa. Terlebih lagi, saya bangga menjadi orang Indonesia. Indonesia yang bhineka tunggal ika. Indonesia yang sangat kaya sekali.

*) postingan ini tidak mengandung unsur rasisme, jadi mohon maaf apabila ada yang merasa tersindir, sakit hati, dsb, a thousand sorry...kritik dan saran diperlukan untuk perbaikannya.

*Satu tahun untuk selamanya. Semangat!!!

No comments:

Post a Comment