Sunday, September 13, 2020

Tentang Pacaran dan Jodoh

 Aku pertama kali pacaran saat sudah kuliah.

Well, finally I can say that.

Karena dalam circle aku, pacaran itu tidak boleh. Kalau bisa ya, langsung nikah gitu. Tapi, aku punya prinsip dan sikap sendiri sih. Berdasarkan pengalaman pribadi, baca buku, pengalaman orang lain, dll, pacaran tidak buruk jika pelakunya bertanggung jawab dan memang tujuannya jelas.

Tujuanku dulu simpel aja sih: mengenal dia dan keluarganya, setuju atau tidak kalau nikah. Kalau memang setuju, ya pasti langsung ke tahap berikutnya. Jadi beneran untuk menemukan The ONE. Tidak hanya sekadar teman hang out, teman cerita, teman jalan, teman makan, dll.

Nah, kenapa saat kuliah?

Pertama, karena saat SMP dan SMA aku buluk banget. Aku jelek, item, missqueen, dan sangat tidak percaya diri. Aku merasa insecure. Meski ada sih yang suka aku (cieeeeee) tapi pada akhirnya aku membuatnya ga nyaman sehingga dia mundur. Emang kejem sih aku.

Kedua, karena aku sudah punya uang. Ya malu lah kalau aku harus minta uang untuk modal pacaran yang ga murah. Karena pacaran pasti akan mengubah banyak hal. Yang sendiri jadi berdua, yang pergi ke satu tempat jadi banyak tempat, yang ga perlu beli baju jadi beli, yang ga perlu piknik jadi piknik. Gitulah. Syukurlah, aku punya kerjaan parttime dengan gaji lumayan saat kuliah. Paling ga, aku bisa beli-beli apapun sesuka hati tanpa nodong orang tua. Asli deh, kalau kamu sudah usia 18+ dan masih minta ortu buat jajan, beli make up, atau baju, kamu harusnya malu. 

Ketiga, lebih percaya diri. Dengan memiliki penghasilan sendiri, aku bisa mulai menata diri dan penampilan, berkaca dan menumbuhkan percaya diri, merasa berani tampil, dll. Jadi, I need new challenge: mengenal laki-laki bernama cowok!

Keempat, karena semua temen cewekku punya pacar. Aku dong yang ga. Kan nyebelin ya…huhuhu. Ketika sesi curhat mereka curhat tentang cowok mereka. Aku? Cuma bisa menghalu.

Kelima, pengen segera ketemu jodoh. The real jodoh. Sementara circle aku anak kuliah, mungkin bisa dapet jodoh anak kuliahan juga.

So, begitulah akhirnya.

Tapi ya memang dasar aku tetep nggak bisa percaya diri ya. Aku kenal beberapa orang justru lewat aplikasi chatting. Inget mig33? Nah, aku ketemu banyak cowok aneh di sana. Bahkan sempet jadian yang berakhir tragis. Hahaha.

Lalu, aku bertemu dengan beberapa orang lagi di dunia nyata.

Selama 1 tahun aku ‘be the bad girl’. Beneran cari banyak temen cowok, putus nyambung beberapa kali.

Lalu, mengapa akhirnya aku berhenti?

Karena lelah.

Lelah dengan hal-hal yang pada akhirnya aku tahu tidak baik.

Lelah dengan kegagalan. Ditinggal nikah, diputusin dengan tidak jelas, dll.

Aku jadi tahu, bahwa ini bukan cara terbaik untuk menemukan jodoh.

KAPOKKK

 

Emang pengalaman itu guru terbaik sih ya.

Aku berhenti 'mencari' saat lulus kuliah. Udahlah…nggak perlu diperpanjang lagi.

Justru pengalaman buruk itu memberiku prinsip baru: Wanita itu dipilih, bukan memilih. Kita mau milih si cowok seganteng dan seperfect apapun kalau si cowok nggak suka, DIA NGGAK AKAN SUKA. Laki-laki emang sulit untuk belajar mencintai, beda dengan wanita. Wanita, awalnya nggak suka, si cowok mati-matian mengejar, membahagiakan, ngasih duit banyak, taruhan lah si cewek akan jatuh cinta. Dengan syarat, si cowok beneran membahagiakan lahir batin dengan janji sejuta bunga ya. 

Nah, makanya aku stop sampai di situ. 

Dan pemahaman baru muncul: Seorang laki-laki yang serius denganku pasti:

(1) Menerimaku apa adanya, termasuk fisik, psikis, keluarga, sikap, dll tanpa banyak TANYA.

(2) Langsung klik dan bilang  ‘THIS IS THE ONE’

(3) Semuanya lancar: orang tuaku setuju, orang tuanya setuju. Nggak ada masalah besar. LANCAAARRR aja pokoknya.


Aku pasrah.

Aku stop berhubungan dengan cowok manapun selepas lulus kuliah. Aku banyakin berdoa ajalah biar dikasih yang terbaik. Fokus dengan aku dan karir. Urusan cowok, kalau saatnya tiba pasti dia akan datang. The right man in the right time.

Long short story, tak sampai 6 bulan, seorang cowok terbaik datang. Dan BENER BANGET. Kejadiannya seriusan seperti dalam bayanganku. MULUUUUSSS banget, less drama. Meski kami akhirnya LDR selama 2 tahun, kami bisa berkomitmen dengan cara kami. Dan laki-laki ini yang kemudian nikah sama aku, 4 tahun setelah pacaran. Pacaran yang sehat dan bertanggung jawab. No drama club, no crying in the night, no kode-kode, pokoknya lancar.

Makasih lho, Mr. G, sudah MEMILIHKU.

Wednesday, September 9, 2020

Cerita Cinta Jaman SMA

Dengerin dan nonton film Moment of Eighten, entah mengapa bikin saya flashback seflashbacknya. Semuaaaaa tiba-tiba seperti di depan mata.

Mungkin karena rasanya sangat mirip banget ya, tentu saja dengan jalan cerita yang beda. Hanya saja, kisah cinta pertama yang tidak berjalan mulus memang khasnya high school.

Halo, Ardian, apa kabar?

Hahahaha

 

Aku pengen cerita.

Dulu banget, orang ini aku sebut Ardian--jelas bukan nama aslinya ya. Some people knows dialah karena aku bener-bener crush on him pada usia high school, saat OSPEK. Bayangkan, baru ospek udah nyantol satu cowok aneh tapi lucu banget. Dan, dia ternyata pinter dan jago gitar. Paket komplit banget kayak di film-film.

Jadi, aku pun tidak bisa menahan diri untuk tidak bisa tidak suka dia. Karena bagiku dia seperfect ituuuu.

Akhirnya, time flies. Aku jadi tahu bahwa dia ternyata punya inceran yang ada di beda kelas. Cuantiiikkkkk banget. Lucunya, si cantik ini naksir temen deketku yang pacaran sama temen deketku. Iya, mereka berdua pacaran dan temenan deket sama aku. Dan sejak itu, aku hanya bisa menghalu lebih banyak, hahaha. Clearly, most of puisi dan cerpen yang ditulis pada jaman itu adalah hasil menghalu tentangnya.

Lalu, tahun kedua, aku masih suka sama dia. Kalau tiap hari ketemu, emang susah untuk tidak suka. Secara kita sekelas dong ya. Dan dia ikut kelas karate bareng aku, dan aku bisa mengagumi pesonanya sambil latihan karate. Norak biar. Hahaha

Lalu, kami masuk tahun ketiga dan aku masih suka sama dia. Awet emang. Tapi...ada big thing happens. Tiba-tiba saja dia pacaran sama si cantik itu. Mereka jadian, berangkat bareng, ke kantin bareng, ngerayain ultah bareng, dll. Terpotek hati ini, gaes. Beneran...rasanya mendadak dunia mellow. Tahu tidak soundtrack hits pada jaman itu, judulnya Kejujuran Hati oleh Kerispatih. Nangis bawang bener aku denger lagu ini hahaha. Halu emang.

Kemudian, aku lulus. Maunya sih ngomong, tapi tak ada keberanian. Ya siapa sih aku dibandingin si cantik. Mereka serasi banget lho, sama-sama tinggi, sama-sama ganteng-cantik, pinter juga, keluarganya sepadan lah. Nah aku? Ya gimanaaaa ya jelasinnya. Jaman SMA kan aku dekil, item, naik sepeda, no make up, missqueen, ya gitulah. Udah ga percaya diri sama sekali.

Lalu, kami terpisah jarak, ruang, dan waktu.

Apakah endingnya sama dengan Moment of Eighteen?

Jelas tidak!

Tapi, mendengar dan menonton film itu bikin saya mengingat moment itu. Seandainya bla bla bla...Halu dimulai, hahaha.

Terakhir mendengar, kabarnya dia ada di provinsi sebelah. Masih layak dikagumi, tapi sudah nikah dengan orang lain yang jauuuuuhhh lebih segalanya dibandingkan aku. 

Makasih banyak, ya Ardian, sudah membuat masa high school ku warna-warni banget. Meski ga sebahagia ending film, paling nggak, kamu sudah jadi inspirasi untuk banyak cerpen dan puisiku pada jaman itu dan bahkan sampai saat ini. This powerfull feeling meant so much for me.



Udah ya, halu malam ini gara-gara mendengar lagu Christopher 'Moments' dan Ong Seong Wu 'Our Story'. Kedua lagu ini bikin saya mellow. Padahal jarang banget lho aku bisa suka banget sama  lagu KOREA. Terakhir suka sama lagu-lagu soundtrack 'City Hunter'.

Balik kerja lagi.

Bhay.