Showing posts with label Dunia Cinta. Show all posts
Showing posts with label Dunia Cinta. Show all posts

Monday, September 27, 2021

Memaknai Cinta (Setelah 10 Tahun Berlalu)

 

Aku membaca kisah-kisah curhatanku di tahun 2011-2012.

Wow. Ternyata aku pernah sealay itu.

Ternyata aku pernah memuja seorang cowok begitu mendalam. Menguntai kata mendayu-dayu untuk mendeskripsikan betapa aku mencintainya. Cintaku hebat. Cintaku saat itu paling maha dahsyat.

Dan baru ku sadari sekarang bahwa:

NORAK SEKALI YA TUHAN SAYANG.

Hahahaha.

Rasanya janggal sekali membaca tulisanku yang alay sekali itu. Malu. Kok bisa sih ya aku sevulgar itu memaknai cinta. BIAR APA SIH? Tentu biar dia baca terus mau pacaran sama aku lagi kan. Dasar pisces tukang halu juara nomer 1 sedunia raya. Tapi ya maaf, nggak kejadian. Hahaha, si cowok ilfeel kali ya baca tulisanku yang norak banget hahaha. Maaf, ya, Kamu!

 


Setelah hampir 10 tahun berlalu. Mencecap pahit manis kehidupan. Merasakan dicintai dan mencintai oleh orang terbaik, ternyata tak perlu gombalan untuk menikah. Menikah butuh pengertian dan komunikasi. Cinta adalah landasannya. Cinta adalah pengokoh untuk dunia bernama pernikahan. Sekaligus, cinta adalah bibit yang harus terus bertumbuh di hati. Bibit abadi. Selamanya di hati.

Mengapa?

Agar tak lupa alasan menikah.

Percayalah, menikah itu hal remeh saja bisa jadi konflik maha dahsyat. Hal remeh semacam naruh gelas kotor di meja atau dicuci langsung pun bisa jadi perang dunia ke 4. Hal remeh semacam minum teh sendirian saja bisa bikin baper: kok dia ngeteh sendiri nggak mau sama aku apa udah nggak sayang (halo, kaum overthinking!).

Cinta akan membuat hal remeh temeh itu menjadi: ah sudahlah. Banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirin. Ga perlu buang energi untuk itu.

Cinta menjadi dasar untuk penerimaan atas segala baik dan buruknya. Cinta menjadi penyemangat untuk tetap mau bersama meski dihadang badai dari segala penjuru. Cinta menjadi penguat kala orang ketiga, keempat, kelima, hingga kesepuluh hadir. Cinta sebagai contoh nyata pada anak-anak bahwa sebuah pernikahan harus memiliki cinta agar bisa bertahan, agar anak-anak saling mencintai.

Halah ngomongin cinta. Makan tuh cinta!

Tapi percaya deh.

Kamu mau nikah pakai cinta atau nggak itu pilihan sendiri. Jalani sendiri.

Bisa nggak menikah tanpa cinta? Bisa aja. Kan yang jalanin kamu sendiri.

Tapi bagiku sendiri, nikah nggak pakai cinta itu hambar. Mana maulah aku hidup sama orang yang nggak aku cintai dan mencintaiku. Ogah ah.

Nikah sama Lee Joon Gi mah mau banget ya, ganteng, keren, suamiable banget lah ya, mana manis banget orangnya (ini dalam kacamata seorang arifatih ya, kacamata orang mah beda-beda). Tapi, apakah bisa bertahan pernikahannya? Kayaknya sih enggak. Tapi nggak tahu sih, kan HALU hahaha.

Well, pokoknya intinya gini sih ya.

  1. Aku malu baca cerita-cerita masa laluku kala cinta-cintaan hahaha
  2. Tapi aku bersyukur sih dulu nulis karena jadi tahu ternyata aku ada proses bertumbuh ya, dari alay jadi seeperti ini.
  3. Perasaan kuat di jaman dulu memberi banyak inspirasi untuk nulis cerita lainnya.

Makasih ya, diriku di masa lalu. Sudah meluangkan untuk menulis, untuk aku di tahun 2021 ini.

Sunday, September 13, 2020

Tentang Pacaran dan Jodoh

 Aku pertama kali pacaran saat sudah kuliah.

Well, finally I can say that.

Karena dalam circle aku, pacaran itu tidak boleh. Kalau bisa ya, langsung nikah gitu. Tapi, aku punya prinsip dan sikap sendiri sih. Berdasarkan pengalaman pribadi, baca buku, pengalaman orang lain, dll, pacaran tidak buruk jika pelakunya bertanggung jawab dan memang tujuannya jelas.

Tujuanku dulu simpel aja sih: mengenal dia dan keluarganya, setuju atau tidak kalau nikah. Kalau memang setuju, ya pasti langsung ke tahap berikutnya. Jadi beneran untuk menemukan The ONE. Tidak hanya sekadar teman hang out, teman cerita, teman jalan, teman makan, dll.

Nah, kenapa saat kuliah?

Pertama, karena saat SMP dan SMA aku buluk banget. Aku jelek, item, missqueen, dan sangat tidak percaya diri. Aku merasa insecure. Meski ada sih yang suka aku (cieeeeee) tapi pada akhirnya aku membuatnya ga nyaman sehingga dia mundur. Emang kejem sih aku.

Kedua, karena aku sudah punya uang. Ya malu lah kalau aku harus minta uang untuk modal pacaran yang ga murah. Karena pacaran pasti akan mengubah banyak hal. Yang sendiri jadi berdua, yang pergi ke satu tempat jadi banyak tempat, yang ga perlu beli baju jadi beli, yang ga perlu piknik jadi piknik. Gitulah. Syukurlah, aku punya kerjaan parttime dengan gaji lumayan saat kuliah. Paling ga, aku bisa beli-beli apapun sesuka hati tanpa nodong orang tua. Asli deh, kalau kamu sudah usia 18+ dan masih minta ortu buat jajan, beli make up, atau baju, kamu harusnya malu. 

Ketiga, lebih percaya diri. Dengan memiliki penghasilan sendiri, aku bisa mulai menata diri dan penampilan, berkaca dan menumbuhkan percaya diri, merasa berani tampil, dll. Jadi, I need new challenge: mengenal laki-laki bernama cowok!

Keempat, karena semua temen cewekku punya pacar. Aku dong yang ga. Kan nyebelin ya…huhuhu. Ketika sesi curhat mereka curhat tentang cowok mereka. Aku? Cuma bisa menghalu.

Kelima, pengen segera ketemu jodoh. The real jodoh. Sementara circle aku anak kuliah, mungkin bisa dapet jodoh anak kuliahan juga.

So, begitulah akhirnya.

Tapi ya memang dasar aku tetep nggak bisa percaya diri ya. Aku kenal beberapa orang justru lewat aplikasi chatting. Inget mig33? Nah, aku ketemu banyak cowok aneh di sana. Bahkan sempet jadian yang berakhir tragis. Hahaha.

Lalu, aku bertemu dengan beberapa orang lagi di dunia nyata.

Selama 1 tahun aku ‘be the bad girl’. Beneran cari banyak temen cowok, putus nyambung beberapa kali.

Lalu, mengapa akhirnya aku berhenti?

Karena lelah.

Lelah dengan hal-hal yang pada akhirnya aku tahu tidak baik.

Lelah dengan kegagalan. Ditinggal nikah, diputusin dengan tidak jelas, dll.

Aku jadi tahu, bahwa ini bukan cara terbaik untuk menemukan jodoh.

KAPOKKK

 

Emang pengalaman itu guru terbaik sih ya.

Aku berhenti 'mencari' saat lulus kuliah. Udahlah…nggak perlu diperpanjang lagi.

Justru pengalaman buruk itu memberiku prinsip baru: Wanita itu dipilih, bukan memilih. Kita mau milih si cowok seganteng dan seperfect apapun kalau si cowok nggak suka, DIA NGGAK AKAN SUKA. Laki-laki emang sulit untuk belajar mencintai, beda dengan wanita. Wanita, awalnya nggak suka, si cowok mati-matian mengejar, membahagiakan, ngasih duit banyak, taruhan lah si cewek akan jatuh cinta. Dengan syarat, si cowok beneran membahagiakan lahir batin dengan janji sejuta bunga ya. 

Nah, makanya aku stop sampai di situ. 

Dan pemahaman baru muncul: Seorang laki-laki yang serius denganku pasti:

(1) Menerimaku apa adanya, termasuk fisik, psikis, keluarga, sikap, dll tanpa banyak TANYA.

(2) Langsung klik dan bilang  ‘THIS IS THE ONE’

(3) Semuanya lancar: orang tuaku setuju, orang tuanya setuju. Nggak ada masalah besar. LANCAAARRR aja pokoknya.


Aku pasrah.

Aku stop berhubungan dengan cowok manapun selepas lulus kuliah. Aku banyakin berdoa ajalah biar dikasih yang terbaik. Fokus dengan aku dan karir. Urusan cowok, kalau saatnya tiba pasti dia akan datang. The right man in the right time.

Long short story, tak sampai 6 bulan, seorang cowok terbaik datang. Dan BENER BANGET. Kejadiannya seriusan seperti dalam bayanganku. MULUUUUSSS banget, less drama. Meski kami akhirnya LDR selama 2 tahun, kami bisa berkomitmen dengan cara kami. Dan laki-laki ini yang kemudian nikah sama aku, 4 tahun setelah pacaran. Pacaran yang sehat dan bertanggung jawab. No drama club, no crying in the night, no kode-kode, pokoknya lancar.

Makasih lho, Mr. G, sudah MEMILIHKU.

Wednesday, September 9, 2020

Cerita Cinta Jaman SMA

Dengerin dan nonton film Moment of Eighten, entah mengapa bikin saya flashback seflashbacknya. Semuaaaaa tiba-tiba seperti di depan mata.

Mungkin karena rasanya sangat mirip banget ya, tentu saja dengan jalan cerita yang beda. Hanya saja, kisah cinta pertama yang tidak berjalan mulus memang khasnya high school.

Halo, Ardian, apa kabar?

Hahahaha

 

Aku pengen cerita.

Dulu banget, orang ini aku sebut Ardian--jelas bukan nama aslinya ya. Some people knows dialah karena aku bener-bener crush on him pada usia high school, saat OSPEK. Bayangkan, baru ospek udah nyantol satu cowok aneh tapi lucu banget. Dan, dia ternyata pinter dan jago gitar. Paket komplit banget kayak di film-film.

Jadi, aku pun tidak bisa menahan diri untuk tidak bisa tidak suka dia. Karena bagiku dia seperfect ituuuu.

Akhirnya, time flies. Aku jadi tahu bahwa dia ternyata punya inceran yang ada di beda kelas. Cuantiiikkkkk banget. Lucunya, si cantik ini naksir temen deketku yang pacaran sama temen deketku. Iya, mereka berdua pacaran dan temenan deket sama aku. Dan sejak itu, aku hanya bisa menghalu lebih banyak, hahaha. Clearly, most of puisi dan cerpen yang ditulis pada jaman itu adalah hasil menghalu tentangnya.

Lalu, tahun kedua, aku masih suka sama dia. Kalau tiap hari ketemu, emang susah untuk tidak suka. Secara kita sekelas dong ya. Dan dia ikut kelas karate bareng aku, dan aku bisa mengagumi pesonanya sambil latihan karate. Norak biar. Hahaha

Lalu, kami masuk tahun ketiga dan aku masih suka sama dia. Awet emang. Tapi...ada big thing happens. Tiba-tiba saja dia pacaran sama si cantik itu. Mereka jadian, berangkat bareng, ke kantin bareng, ngerayain ultah bareng, dll. Terpotek hati ini, gaes. Beneran...rasanya mendadak dunia mellow. Tahu tidak soundtrack hits pada jaman itu, judulnya Kejujuran Hati oleh Kerispatih. Nangis bawang bener aku denger lagu ini hahaha. Halu emang.

Kemudian, aku lulus. Maunya sih ngomong, tapi tak ada keberanian. Ya siapa sih aku dibandingin si cantik. Mereka serasi banget lho, sama-sama tinggi, sama-sama ganteng-cantik, pinter juga, keluarganya sepadan lah. Nah aku? Ya gimanaaaa ya jelasinnya. Jaman SMA kan aku dekil, item, naik sepeda, no make up, missqueen, ya gitulah. Udah ga percaya diri sama sekali.

Lalu, kami terpisah jarak, ruang, dan waktu.

Apakah endingnya sama dengan Moment of Eighteen?

Jelas tidak!

Tapi, mendengar dan menonton film itu bikin saya mengingat moment itu. Seandainya bla bla bla...Halu dimulai, hahaha.

Terakhir mendengar, kabarnya dia ada di provinsi sebelah. Masih layak dikagumi, tapi sudah nikah dengan orang lain yang jauuuuuhhh lebih segalanya dibandingkan aku. 

Makasih banyak, ya Ardian, sudah membuat masa high school ku warna-warni banget. Meski ga sebahagia ending film, paling nggak, kamu sudah jadi inspirasi untuk banyak cerpen dan puisiku pada jaman itu dan bahkan sampai saat ini. This powerfull feeling meant so much for me.



Udah ya, halu malam ini gara-gara mendengar lagu Christopher 'Moments' dan Ong Seong Wu 'Our Story'. Kedua lagu ini bikin saya mellow. Padahal jarang banget lho aku bisa suka banget sama  lagu KOREA. Terakhir suka sama lagu-lagu soundtrack 'City Hunter'.

Balik kerja lagi.

Bhay.

Sunday, October 13, 2019

Semu

Ingatan terbang ke masa lalu
Kotak kenangan terbuka lebar
Segala perasaan membuncah
Segala adegan berkelebat
Diantara putih dan abu-abu
Ada perasaan baru, haru, biru

Saturday, October 10, 2015

Tegar (Part. 1)



“Sudah, ini terakhir kalinya kamu bonceng aku. Aku nggak mau lagi,” kata Tegar dengan keras. Dingin, kaku, tanpa ekspresi.

Seperti yang sudah-sudah, lidahku kelu, tak bisa mengatakan apapun. Tapi, hatiku hancur. Dan sarafku merespon dengan cepat, kelenjar air mataku mengeluarkan bulir-bulir air mata yang segera memenuhi pelupuk mataku.

Aku segera berpaling dan menuju ke kamar. Ku dengar motor Tegar menderu menuju ke parkiran.
Ku buka pintu kamar dengan paksa, berusaha menenangkan debar hatiku yang tak menentu dan tangis yang sudah entah sejak kapan mengalir. Bersyukur, kedua teman sekamarku belum pulang, sehingga aku bisa leluasa menumpahkan air mataku.

Ku tutup pintu kamarku. Tangisku pecah seketika.

***

Tegar adalah kekasihku. Pacar, itu yang selalu dikatakan orang lain. Tahun ini adalah tahun keempat kami bersama. Bagiku, dia sudah lebih dari sekadar pacar. Bagiku, dia adalah calon imamku. Ganteng, cerdas, baik, sholeh, dan mampu menerimaku apa adanya. Mau menerima keluargaku yang hanya seadanya. Mau menerimaku yang tidak sempurna. Tapi, seperti yang selalu dikatakannya, ‘Bersamamu adalah melengkapi agar sempurna.’ Aku luluh.

Hubungan kami baik-baik saja, meskipun kami berstatus LDR alias luar daerah relationship. Tahun pertama pacaran, kami masih kuliah, aku di Jogja, ia di Solo. Tahun kedua dan ketiga, aku dan dia diterima bekerja di luar pulau dalam satu yayasan. Dia bekerja di Bima sementara aku di Padang. Tahun keempat, sekarang, kami terikat kontrak kuliah lagi di satu asrama yang sama. Setiap hari kami bertemu. Ah, sungguh membahagiakan bisa menatap wajahnya setiap hari, bertemu dengannya setiap hari, bercanda tawa dan mendengar senyumnya. Duhai Pangeranku, betapa sempurnanya kamu. Betapa beruntungnya aku yang sekarang ada di sampingmu.

***

Sumber
Ku tatap wajah Raisa yang tampak merah dengan lelehan air mata yang membanjir. Dia terisak sesenggukan. 

“Aku dan Mas Tegar saling sayang, Mbak,” tandas Raisa diantara isaknya.

Kalimat terakhirnya menikamku. Aku sudah mendengar dari banyak orang di asrama. Kalau Mas Tegar memang ada main dengan Raisa sejak di Bima—karena mereka memang cukup dekat di sana. Tapi aku tak menyangka mereka akan segamblang ini. Maksudku, aku dan Mas Tegar baik-baik saja selama ini. Mengapa Mas Tegar tiba-tiba memutuskanku? Untuk wanita ini? Yang sekarang menangis di hadapanku? Seolah meminta pengampunan dariku? Membenarkan setiap tindak-tanduk mereka yang sama sekali tidak berperikemanusiaan? Salah apa aku? Mengapa aku yang harus disakiti?
“Apa yang kamu harapkan, Rai?” jawabku dingin. Air mataku sudah terlalu kering. Hanya hatiku yang serasa dicabik.

“Pergilah, tinggalkan aku sendiri, untuk saat ini,” jawabku memalingkan wajahku.

Raisa masih sesenggukan. Ia telah mengaku dosa. Untuk saat ini, dia tidak ada artinya bagiku. Dia dan Mas Tegar—mereka.

Raisa keluar dari kamarku. Ku tatap fotoku dan Mas Tegar yang terpajang di meja belajarku. Foto satu bulan yang lalu ketika kami pergi ke rumahnya. Sudah beberapa kali aku menginap di rumahnya—hanya sekadar menginap saja. Ibu dan ayahnya sangat baik. Dalam frame itu, kami sangat bahagia sekali. Sungguh berbeda dengan apa yang terjadi saat ini.

Mas Tegar, dimana janji-janji yang sudah kau katakana untuk kita? Kita sudah membangun mimpi masa depan berdua. Mengapa semua gambaran itu sekarang sudah menghilang? Apa salahku?

***

“Aku sudah tidak nyaman.”
“Salah apa aku, Mas?”
“Aku sudah tidak nyaman. Aku sudah menemukan orang lain. Berhenti menghubungiku. Kita sudah tidak ada apa-apa lagi.”

SMS terakhirnya mencabik hatiku. Ku matikan ponselku. Kedua teman sekamarku sudah tidur. Aku tak bisa tidur. Pikiranku melanglang. Lelah berpikir, aku tertidur.

***

“Uwis, Nduk. Iki artine kowe lagi diuji. Sesuk bakal nemu sek luweh apik timbang wonge. Sek penting ikhlas,” ujar Ibuk. Matanya berkaca-kaca. (Arti: Sudahlah, Nak. Ini artinya kamu sedang diuji. Kelak, kamu akan menemukan orang yang lebih baik dari dia. Yang penting ikhlas).

Rasa sakit hatiku karena diputus Mas Tegar seolah tidak ada bandingannya dibandingkan rasa sakit hatiku mendengar ketegaran ibukku. Beliau sudah terlanjur menaruh banyak harapan pada Mas Tegar, bahwa ia yang akan mempersuntingku. Sekarang, semuanya tak berarti apapun lagi.

Aku hanya menangis sesenggukan.

***

Bersambung.
 
*) Terinspirasi oleh kisah masa silam dan kisah masa kini. Dari berbagai kisah-kisah orang lain. Semoga bisa belajar dari kisah-kisah ini.

Sunday, June 28, 2015

The Vow...Janji...



“I vow to help you love life, to always hold you with tenderness, to have the patience that love demands, to speak when words are needed, and to share the silence when they are not, to agree to disagree about red velvet cake, to live within the warmth of your heart, and always call it home”
“ I vow to fiercely love you in all your forms, now and forever. I promise to never forget that this is a once in a lifetime love. I vow to love you. And no matter what challenges might carry us apart, we will always find a way back to each other” 

*kutipan janji Paige dan Leo dalam The Vow, film romance yang bikin melting...

Monday, January 12, 2015

Happy Wedding Day My Friend (Part. 2)

Pict from Dion


Cinta adalah membagi duniamu dengan dunianya. Lahir dan batin
@arifah

Ketika aku mengguratkan kalimat itu, aku tak sepenuhnya paham. Iya, aku kan belum menikah. Masak iya memberikan wejangan bagi orang yang menikah? Kewanen iku, wkwkwk….
Tapi, sebagai seorang kakak (oke, umur saya lebih tua meskipun kamu nikah lebih dulu :p), aku tentu berkewajiban untuk memberikan petuah. Setidaknya, sejauh yang ku tahu. Biar nggak sok tahu. Jadi, itulah yang akhirnya tertulis di secarik kertas biru.

Doa-doa telah banyak mengalir untuk kalian. Semoga doa-doa itu terkabulkan. Begitupun doaku.

Rasanya baru kemarin, ya, kita membicarakan kisah cinta kita masing-masing. Dimulai dari hari itu,

Sunday, November 23, 2014

Cinta itu Kamu



Cinta ini tampak nyata ketika pada akhirnya kita bertemu
Setelah kita terpisah 12 purnama, engkau yang meneduhkanku bisa ku jumpai lagi
Tiba-tiba segalanya tampakmelegakan
Dan lelehan air mata tak terbendung adalah seperti rindu yang meluap dari hatiku yang tak lagi bisa menampungnya

Dan kini, menginjak kesekian purnama…
Kau bertanya, masihkah aku mencintaimu seperti ketika kita berpisah dulu


Dan aku hanya mampu tersenyum dan mengangguk pelan
Ketahuilah, bahwa setiap pertemuan denganmu seperti hal baru bagiku
Aku merasa selalu dan selalu jatuh cinta setiap kali bertemu denganmu

Ah, mungkin aku terlalu melankolis dan berlebihan

Tapi, biarlah…
Banyak orang yang sulit mengutarakan cintanya
Dan pada akhirnya terjebak dengan perasaan ‘Dia sudah tahu’ dan tak perlu mengatakannya
Tidak, aku akan mengatakannya…

Kau memang menyebalkan kadang-kadang
Hingga aku menjadi begitu nonsense dan berharap kau akan pergi
Tapi kau tinggal, menungguku menjadi seperti biasanya kembali
Kau baik…itu saja

Kau adalah keajaiban yang ku temukan dalam satu fase kehidupanku yang pada akhirnya mengubah banyak hal
Kau adalah obat penenang yang selalu ku dapatkan secara gratis tanpa membeli di apotek
Kau adalah kitab yang akan selalu menerangkan banyak pencerahan tanpa ku baca
Kau adalah banyak alasan untuk masa depan yang menenangkan hati

Hari ini, aku mencintaimu
Seperti dulu…
Seperti ketika pertama kali bertemu
Seperti ketika ribuan kilometer kita lewati
Seperti esok, dan esoknya lagi, dan esoknya lagi

Saturday, October 11, 2014

Happy Wedding Day My Best Friend




Ada yang special sekali dengan bulan Oktober tahun ini. Special sekali, hingga ketika saya menulis postingan ini pun masih bisa membuat mata saya basah dan sembab, hati saya pun mengembun. Iya deh, saya kan melankolis, jadi wajar ya…hehehe…

Oktober kali ini special karena salah seorang sahabat terbaik saya mengakhiri masa lajangnya. Namanya adalah Feri. Dan laki-laki beruntung yang mendapatkannya bernama Mas Widi (namanya nggak gender banget, ya, lebih cocok Mas Feri dan Mbak Widi kali ya, hahahaha… *just kidding)

Me and The Bride ^^
Sebenarnya saya agak shock kala mendengar berita pernikahan mereka. Saat itu saya masih di Ende. Saya shock karena saya mengetahui mereka bertunangan dari status FB. Well, okelah, saya memang jarang sekali mengobrol dengan Fe sejak di Ende. Mungkin karena kesibukan kami, maka kami pun sama-sama tidak bisa menyempatkan untuk mengobrol. Bahkan sebenarnya pun, ketika kami berada di satu pulau pun masih jarang untuk ketemu karena kesibukan kami. Tapi, tetap, dia punya tempat di hati saya. Dan, mengetahui dia akan menikah di FB itu nyesek banget rasanya…

Tapi, kemudian, Fe menjelaskan semuanya. Tentang bagaimana mereka bisa bertemu dan pada akhirnya memutuskan untuk menikah. Cerita yang membuat saya (sekali lagi) berpikir: well, jodoh itu bisa datang kapan saja.

Dan hari inilah semuanya terjadi. Tanggal 10 Oktober.


Ketika melihat ia dimake-up bak permaisuri, hati saya serasa haru, mata saya sembab. Oh, look at her…
Dia adalah gadis yang semasa putih biru bersama dengan saya, menemani saya curhat sepulang sekolah.
Dia adalah gadis yang di masa-masa berat saya selalu menemani saya.
Dia adalah gadis yang suka mentraktir saya makan, entah itu batagor, mi ayam, sampai sop ayam di samping kampus (kapan lagi fe? Hehehe)
Dia adalah gadis yang suka sekali membuat puisi dan semuanya bagus banget.
Dia adalah gadis yang tidak pernah marah, meski kadang kesal juga.
Dia adalah gadis yang kuat dengan semua permasalahannya tetapi masih mau membagi senyumnya untuk orang lain.
Dia adalah gadis yang suka sekali pergi ke bendungan tegal, terus kita makan mi ayam enak di dekat situ (kangen tempat itu, Fe), ke Goa Selarong, dll.
Dia adalah gadis yang sangat berbakti kepada orangtuanya, penyayang orang-orang di sekitarnya, dan sahabat terbaik.
Dia adalah gadis yang menemani saya berjalan kaki di sepanjang jalan bantul, menemani masa-masa muda saya, dan menerima saya menjadi sahabatnya.
Saya melihat dia tumbuh sejak SMP hingga sekarang. Sudah lebih 10 tahun kami bersama. Saya (kadang) menemani masa-masa sedihnya, masa bahagia, dan banyak masa-masa yang lainnya.

Dan dia menikah hari ini…
Prosesi akad berlangsung dengan lancar. Begitupun dengan resepsinya.

Rasanya itu, ada dua perasaan dominan yang membuat air mata saya tak kuasa mengalir di beberapa waktu dalam satu hari itu. 

Satu, perasaan bahagia, karena gadis kecil itu, sahabat baikku, akhirnya menemukan belahan jiwanya, yang semoga bisa memberikan jutaan kebahagiaan untuknya, yang akan mengakhiri duka-duka di masa lalunya.
Kedua, perasaan sedih, karena saya merasa ditinggalkan. Dia bukan lagi ‘milik saya’. Ah…saya tahu, itu adalah pemikiran bodoh. Persahabatan kami pasti akan tetap berjalan. Tak akan ada yang berubah.
“Ade’ pasti merasa kehilangan dia dan itu wajar,” itu kata Mas Aziz ketika saya bersikap terlalu melankolis. Katanya, saya terlihat beda di pernikahan ini bila dibandingkan dengan beberapa pernikahan yang pernah kami datangi. Ya iyalah, ini adalah pernikahan sahabat saya. Dan saya berhak untuk melankolis di hari ini, hehehe…

Flowers from the Wedding
Bersama dengan postingan ini, saya ingin sampaikan pada Fe. Selamat, ya, Sayang. Saya benar-benar ikut berbahagia dengan pernikahan kalian. Tak putus saya doakan untuk kebaikanmu. Jadilah istri yang baik (ah, kau pasti menjadi istri yang baik sekali ^^). Jadilah ibu yang baik. Dan tetaplah menjadi sahabat baik saya…bahkan ketika kita sama-sama sudah berumah tangga dan memiliki belahan jiwa masing-masing. Bagiku, kau tetap sahabat kecilku yang punya tempat spesial di hatiku. Selalu.

Untuk Mas Widi, si laki-laki beruntung yang akhirnya menikahi sahabat baik saya.
Selamat, ya, karena bisa mendapatkan wanita seperti Fe. Dia wanita yang biasa dengan segala kelemahan dan kekurangannya, tetapi dia wanita yang hebat sekali. Jagalah dia selalu. Bahagiakanlah dia. Jangan pernah kecewakan dia. Jangan bikin dia menangis. Dan selalu, terimalah segala tentang dia. Kalau kamu bikin dia nangis, saya nggak segan-segan buat ngajak kamu karate lho, hahaha… :p

 Dan itu kalian berdua. Ah, saya nggak bisa ngasih wejangan nikah, ya, karena saya kan belom nikah, jadinya malah sok tahu, hahahaha…
Yang jelas saya doakan selalu, semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah. Barokalloh…semoga dicukupkan rejekinya, dikaruniai anak-anak yang sholeh dan sholehah, dipermudah kehidupannya, dan dijauhkan dari segala bala’. Saya ikut berbahagia, jika kalian pun berbahagia.
Selamat sekali lagi…

Maaf ya, postingan saya lebay….hehehe…
Semoga tali silaturahim kita tetap terjaga hingga kelak. Amin ya robbal ‘alamin.



Monday, July 14, 2014

Cintaku Padamu



Cinta itu biru...

Ketika melihat langit luas menbentang tanpa ada saput putih awan, itulah cinta  dari langit untuk bumi. 

Cinta itu kelabu...

Ketika bumi menengadah ke atas langit karena terlalu kering, maka langit mencurahkan butir-butir hujan untuk membasahi bumi.

Cinta itu kuning...

Ketika sinar matahari tak hentinya mencurahkan cahaya setiap hari, memberikan kehidupan bagi seluruh semesta.

Cinta itu hijau...

Ketika daun-daun bergoyang tertiup angin, memberikan kehidupan pada setiap anak-anak manusia.

Cinta itu hitam...

Ketika dua bola mata yang saling memahami dan berkomitmen penuh saling bertemu, menjadikan hari-hari setelahnya sebagai kebersamaan.

Cinta itu merah...

Ketika dua bibir yang penuh kasih memagut dalam diam, tiada yang terasa selain kasih.

Cinta itu warna-warni

Ketika setiap warna melukiskan setiap perasaan yang tergoreskan dalam setiap detik, terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata, retorika tak mampu menandingi puisi yang mendayu

Cinta itu kamu

Ketika aku bertemu dirimu, ketika cintaku tak lekang bahkan setelah sekian tahun berlalu, ketika jarak tak lagi menjadi masalah di antara kita, ketika kepercayaan akhirnya dibuktikan, ketika masa lalu diutarakan, ketika kejujuran saling membuka, ketika dua hati yang mencintaiNya berjanji untuk selalu berada di jalanNya.

Maka, beginilah cintaku padamu.

Sederhana namun hebat.



5 Juni 2014, Kamis @SDN Nakawara