Salah satu
pulau berpenghuni yang terletak di Selatan Kab. Ende adalah Pulau Ende. Pulau
ini terlihat sangat jelas dari sepanjang jalan di Pantai Selatan Ende. Bahkan,
dari bukit tempat saya tinggal pun Pulau Ende kadang terlihat. Terlihat sangat
kecil saja dari kejauhan.
Sudah lama
sebenarnya saya ingin menikmati keindahan pulau ini, karena selama ini hanya
dapat menikmatinya dari kejauhan saya. Banyak teman saya yang sudah menyeberang
ke pulau itu dan memberikan cerita-cerita yang berbeda. Ada hal yang mistis,
eksotis, dan juga menyenangkan. Maka, karena ada undangan untuk membantu acara
Festival Hardiknas di Pulau Ende, saya bersama dengan beberapa teman pun
berangkat ke pulau beberapa hari lalu.
Sampan dan Kapal untuk Menyeberang |
Transportasi
utama ke Pulau Ende adalah dengan menggunakan kapal. Biaya penyeberangan untuk
satu kali adalah Rp 7.000,00, cukup murah untuk perjalanan selama +/- 1 jam. Sebelum
naik ke kapal utama, kami naik sampan kecil terlebih dahulu karena kapal utama
tidak bisa merapat ke pantai. Memang, untuk kapal penyeberangan, tidak ada
dermaga di sini. Dermaga hanya diperuntukkan untuk kapal barang (umumnya dari Surabaya).
Kami naik ke
kapal pada pukul 10.00 WITA. Hawa angin laut menyapa. Pengalaman beberapa hari
yang lalu pesiar ke Riung sudah membuat saya mulai terbiasa untuk naik
‘sesuatu-yang-mengapung-di-atas-air’. FYI, saya pernah nyaris tenggelam sampai
dua kali, sehingga saya sangat-sangat trauma sekali dengan yang namanya air.
Tetapi, sejak kemarin (dengan sangat amatir) nyebur ke laut di Riung bergaya
snorkling, maka ketakutan saya akan air, menjadi berkurang sekitar 25%. So,
merasakan alunan ombak dan goyangan kapal selama satu jam perjalanan menjadi
sesuatu yang biasa dan layak untuk dinikmati. Apalagi, kapal yang kami gunakan
memiliki ruang atas sehingga kami bisa memandang ke kejauhan. Di belakang kami,
daratan Kota menjauh, sedangkan di depan kami Pulau Ende tampak mendekat.
Lautan luas di sebelah selatan terlihat tenang, sedangkan di sebelah utara
terlihat deretan Perbukitan Ende, Nanga Panda, dan bahkan ke arah Nagekeo pun
perbukitannya bisa terlihat.
Pemandangan
ini membuat saya lama-lama mengantuk. Tapi tentu saja tidak bisa tidur.
Setelah
beberapa lama, kami pun sampai di Pulau Ende. Pulau ini ternyata sangat besar.
Dan saya cukup heran, ternyata dermaga dan pantai di Pulau Ende justru terletak
di barat pulau, daerah yang tidak terlihat dari Kota Ende. Banyak sampan dan
perahu serta kapal besar yang ditambatkan di sana. Air sedang pasang sehingga
menyentuh dinding batas pantai.
Apa yang
dirasakan pertama kali ketika berada di pulau? Ternyata hawanya sangat panas
sekali, bahkan lebih panas dari kota. Keringat langsung membanjir. Hal tidak
menyenangkan lainnya adalah sulitnya mendapatkan air yang sama dengan air di
kota atau bukit. Air di sini didapatkan dari sumur yang kedalamannya mencapai
38 meter. Jadi, untuk mencukupi berbagai kebutuhan untuk minum, cuci, dan
mandi, warga di sini menimba air di sumur tersebut. Khusus bagi SM3T, bisa
menggunakan air tampungan hujan yang dibuat di SMP di sana. Ada +/- 8 tempat
penampungan air hujan. Risikonya sama sih antara menimba dan menampung air,
yaitu tenaga pengangkutan yang sama. Well, tinggal di sini selama 1 minggu
tangan sudah kapalan karena terlalu repot mengurus air.
Pemandangan Pagi di Pantai Kota |
Kami tinggal
di pulau selama 2 hari, dan kembali ke kota pada subuh kedua. Kenapa subuh?
Karena kapal di sini hanya menyeberang di waktu-waktu tertentu saja, terkadang
hanya satu atau dua kali saja berlayar dalam satu hari. Untuk kapal pertama
akan berlayar selepas sholat shubuh. Nilai plusnya, kami bisa menikmati sunrise
yang muncul di balik jajaran pegunungan Ende.
Perjalanan
pulang serasa lebih ekstrim. Meskipun air tidak pasang, tapi ombak terlihat
sangat besar ketika kami mulai meninggalkan Pulau Ende. Gelombang yang besar
membuat suasana terlihat agak horor. Istilahnya itu, kalau naik bus, seperti
ketika berada di jalanan yang berkelok naik turun di tepi jurang, membuat
jantung tidak berhenti berdebar. Tapi, tentu saja, karena ini adalah pengalaman
pertama saya jadi agak ekstrim. Saya lihat, hampir semua orang yang naik kapal
bersama kami terlihat biasa dan enjoy saja, ada yang sambil tiduran juga.
Kami sampai
di kota pada pukul 07.00 WITA. Pemandangan terlihat indah.
#Satu tahun
untuk selamanya
2 April 2014
No comments:
Post a Comment