Monday, March 3, 2014

Dia, Afren (Warna-warni Ende Part. 39)


Namanya adalah Fren.
Matanya yang bulat, bercahaya, dan selalu terlihat bersemangat membuat saya begitu tertarik padanya. sebenarnya tidak hanya karena kedua bola matanya yang membuat dia begitu memesona di mata saya, tapi karena kecerdasan dan semangatnya yang tidak pernah pudar. Sikapnya.

Tidak seperti jagoan-jagoan saya lainnya, Fren memiliki sifat yang unik. Memang sih, setiap anak itu unik. Bahkan 9 jagoan itupun tidak ada yang memiliki sifat yang sama, semuanya unik.

Afren saat serius mengerjakan UAS semester 1
Dia adalah anak yang akan langsung mengangkat tangan dan berseru menjawab ketika saya mengajukan pertanyaan—terlepas apakah jawabannya salah atau benar (seringnya salah :p)
Dia adalah anak yang akan hati-hati dalam menjawab pertanyaan saat ada tugas atau ulangan—tidak buru-buru agar cepat selesai, terkadang bisa menjadi yang terakhir—meski hasilnya tidak selalu menjadi yang terbaik.
Dia adalah anak yang tidak selalu menjadi nomor satu, tetapi selalu berjuang keras dan tidak pernah menyontek.
Dia adalah anak yang akan ramai dan main gila dengan anak lain, kemudian saya akan melotot ke arahnya dan dia akan menangkupkan kedua tangannya sambil berkata: ‘Ampun, Bu.’ dengan tatapan mengiba dan merasa bersalah.
Dia adalah anak yang akan bertanya, ‘Ibu marah pada kami ko?’ ketika saya selesai membentak mereka karena mereka kacau dan bikin saya jengkel. Tapi, saya pun akan tersenyum kepadanya, menggeleng pelan, ‘Ibu tidak marah.’
Dia adalah si pembuka kunci dan penutup kunci kantor dan gudang kami di sekolah—selalu pulang paling akhir, dan saya selalu berkata, ‘Jangan lupa kunci kantor dan tutup pintu kelas e?’
Dia adalah anak yang sangat antusias bertanya pada saya, ‘Siapa yang rangking 1, Ibu?’ saat-saat sebelum penerimaan rapor semester 1 kemarin. Berharap saya akan menyebutkan namanya, tetapi saya selalu menolaknya, karena memang ‘dialah’ yang rangking 1.
Dia adalah anak yang selalu berlari sambil menirukan suara motor—pura-pura naik motor, ‘Ngeng ngeng ngeng’. Padahal jalan naik turun tetapi dia tetap berlari. Lucu dan semangat. Seolah dia berada di arena balap.
Dia adalah anak yang merengek minta sepatu sampai menangis karena saya bilang ‘besok harus pakai sepatu’, padahal saya tidak seserius itu -_-
Dia adalah anak yang ketika saya menatapnya, dia tersenyum meringis, menampilkan sederet gigi putih, dengan dua gigi serinya menonjol seperti kelinci (teringat gigi Hermione :D)
Dia adalah anak yang akan mengatakan ‘iya’ untuk semua perintah saya.
Dia adalah anak yang memanggil anak lainnya, ‘Bos!’ entah untuk Bos Keni, Bos No, ataupun Bos Oni. Lucu...anak-anak lainnya mengikutinya.
Dia adalah anak yang akan berseru girang saat mendapat nilai paling bagus, tetapi juga menerima dengan lapang dada ketika nilainya jelek... ‘Ah, gue hanya dapat 60 saja, Bos Keni!’ (saya hanya bisa tersenyum simpul di dalam hati)
Dia adalah anak yang akan sangat khusyuk saat berdoa: memejamkan mata dan menangkupkan kedua tangannya dengan khidmat, sementara dahinya berkerut tampak berkonsentrasi sekali.

Ah, saya merasa sangat menyayangi Fren.
Tapi, tentu saja saya menyayangi mereka.
Berharap, suatu hari dia akan menggapai impiannya. Oh ya, saya pernah meminta mereka menulis apa cita-cita mereka. Dan cita-cita Fren adalah:
 “Menjadi polisi karena menembaki musuk. (di bagian ini saya tertawa)
Cara yang harus saya lakukan adalah dengan rajin berdoa, berlari, dan berdoa.”

Semoga cita-citamu tercapai, Nak.

@Ratenusa, 19 Februari 2014
#beberapa hari ini saya kehilangan senyumnya di kelas karena dia kena cacar air, berharap semoga dia baik-baik saja ^^

No comments:

Post a Comment