Sunday, October 27, 2013

Cerita tentang Hujan (Warna-warni Ende Part.5)


Tirai hujan basahi aku
Temani sepi yang mengendap
Kala aku mengingatmu
Dan semua saat manis itu

*) Utopia, Hujan
Baca judulnya, ini bukan postingan romantis yang mengingatkanku pada hujan di tanah Jawa lho. Jadi, kalau ingin cerita romantis, baca di tag lainnya saja, ini cerita tentang hujan di tanah rantau. Dan tidak ada unsur romantisme sama sekali...
Saya akan bercerita tentang cuaca di tempat saya tinggal.
Sebenarnya, cuaca di sini (FYI, saya sedang di Ende bagi yang belum tahu), itu cuaca yang aneh. Anomali. Kadang panas ampun-ampunan, kadang hujan deras-derasan. Pagi selalu disambut dengan mendung, siang panas menyengat, tak lama kemudian hujan deras turun.
Seperti hari ini.
Hari ini saya berencana untuk turun ke Nangaba. Weekend, masbro! Sudah hampir 2 minggu saya di atas, harus sedikit merefresh diri agar tidak stres.
Akses Jalan ke Ranoramba *dokumentasi pribadi
Akhirnya memutuskan untuk turun dan koordinasi dengan koordinator kecamatan kami—namanya Cahyo. Saya sudah janjian dengan Mbak Eka. Mbak Eka sedang ada masalah krisis listrik. Entah kenapa, genset yang biasanya menyala jadi tidak dinyalakan lagi, lalu Mbak Eka krisis batere, kadang di sms pending karena hape tidak aktif. Oh...saya hampir ingat peristiwa satu minggu lalu dimana hampir selama 1 minggu saya juga tidak ada listrik. Alhamdulillah, power bank bisa membantu saya. Dan finally, di detik-detik terakhir batere saya sekarat dan powerbank habis, listrik pun menyala. How lucky, rite?!
Jadi saya kasihan sekali dengan Mbak Eka. Kan Mbak Eka sudah baik banget sama saya, nemeni berobat, nemeni belanja, pokoknya soulmate di sini lah. Jadi, saya pun memutuskan untuk turun.
Pagi hari tadi, Mbak Eka mengirim SMS.
“Jadi turun?”
“Kalau ga hujan aku turun mbak, tapi kemungkinan besar iya.” Balasku sambil menatap langit di luar. Mendung.
Tapi mendung pagi tadi pun tersaput sinar matahari. Panas. Panas banget pokoknya. Cerah. Tanpa ada mendung seperti hari-hari lalu. Jam 11 siang kami pulang dari sekolah. Masih panas. Ah, saya berangkat jam 12 saja, deh. Jadi, masih ada waktu 1 jam, gunakan saja untuk mencuci. Kebetulah air juga mengalir. Buka sarung bantal dan sprei, kumpulkan pakaian kotor, dan cuci.
Jam 12, cuaca masih panas. Saya pun bersiap-siap. Lanjut makan siang—alhamdulillah menunya ikan.
Selesai makan, ku lihat mendung mulai bergelayut dari utara. Oh...perasaan rasanya tidak nyaman.
Jam 12.25, cuaca masih cerah. Tinggal menunggu ojek.
Jam 12.35, ojek datang, bersamaan dengan hujan yang mulai turun. Pelan tapi pasti, rintik itu berubah menjadi hujan lebat. Tambah lagi angin. Tambah lagi kilat. Tambah lagi guntur.
Oh, well...
Beginilah ending dari hari ini.
Hujan pun menyapu semua hawa panas. Sekaligus hawa kebahagiaan dan semangat untuk turun. Saya sudah SMS beberapa orang tapi belum ada balasan. Mungkin hujan juga telah menghalangi sinyal.  Plusnya, listrik pun mati. Jadi, bersiap-siap untuk mematikan laptop agar bisa digunakan saat dibutuhkan.
Benar-benar cuaca yang aneh, bukan? Rasanya saya belum pernah mengalami perubahan sedrastis ini saat di Jawa. Kalau menurut saya, perubahan ini benar-benar tidak menyehatkan untuk tubuh. Tubuh yang tadinya panas, berubah menjadi dingin. Artinya, gampang sakit.
Hujan memang memiliki cerita masing-masing. Anak-anak Worombera yang pulang dari sekolah pasti juga hujan-hujanan. Orang-orang yang naik dari Ende pasti juga berhenti untuk berteduh. Masih ingat juga cerita dimana saya beramai-ramai menampung air hujan karena stok air di kontrakan habis. Hari itu saya bahagia hujan turun. Hari ini...saya rasanya ingin memaki. Tapi, entah harus memaki siapa.
Tapi, ketika saya melihat dari satu sudut pandang yang lain, ada satu hal yang saya ingat. Bahwa setiap hal yang Dia atur adalah hal yang terbaik. Saya tentu tidak tahu, makna dibalik hujan tiba-tiba ini. Bisa jadi, ini adalah salah satu bentuk penjagaan Alloh pada saya. Jadi, mau tak mau, harus ikhlas dan legowo.
Ya...entahlah, saya jadinya turun apa tidak ini. Kalau saya turun, besok sudah naik lagi. Ah...waktunya hanya sebentar. Jalannya bikin sempoyongan. Tapi kalau tidak turun, listrik pun mati. Ah...dalam kegelapan lagi.
Baiklah, nanti bagaimana baiknya saja deh. Alloh lebih tahu J


***
Beberapa jam kemudian...
FYI, saya jadinya turun pada pukul 14.30. Yap...hujan berhenti dan akhirnya saya turun. Dan benar saja, cuaca langsung berubah drastis. Awan gelap seolah menghilang begitu saja, digantikan oleh birunya langit dan awan putih yang berarak riang, seolah tidak ada hujan yang terjadi sebelumnya.
Tapi, karena medannya sungguh mengerikan, saya tak henti-hentinya berdoa, berharap motor tetap stabil jadi saya tidak nyemplung ke jurang.
Dan saya pun sampai di kota. Horeee!!!

No comments:

Post a Comment