Monday, March 23, 2015

Menjelajah Komodo National Park Part. 2: Trip Day 1: Pulau Kelor, Pulau Rinca, dan Pink Beach

Baca catatan sebelumnya di SINI!

Adzan subuh berkumandang. Saya terbangun dan mengerjap-ngerjapkan mata, gelap. Saya berusaha mengingat-ingat sedang berada dimana dan seketika menyadari bahwa saya ada di dalam kapal di Labuan Bajo. Saya ambil ponsel, pukul setengah 5. Saya bangunkan teman-teman dan berdiskusi sejenak: kemana kami mandi? Akhirnya kami sepakat untuk menuju masjid di Labuan Bajo, masjid transit hari sebelumnya. Rupanya, di Pelabuhan ini TIDAK ADA MCK umum. Duh, rempong banget ya. Di Ende saja, yang bukan kota wisata punya MCK umum yang hanya perlu bayar 2 ribu rupiah saja, di sini, di kota wisata, malah tidak ada MCK umum. Nasib jadi wisatawan kere ya kayak gini, wkwkwk. Beruntung, kami bisa mandi di Masjid yang mulai sepi. Selepas mandi kami bergegas ke kapal lagi, karena kapal akan segera berlayar.
Labuan Bajo


Mesin kapal mulai menyala. Kapal bergerak dengan pelan keluar dari pelabuhan. Lama kelamaan deretan kapal dan kota pelabuhan menjauh. Pemandangan justru semakin apik karena kota pelabuhan yang berada di perbukitan itu memiliki landscape yang indah. Saya duduk sambil menikmati pemandangan yang disuguhkan bersama dengan teman-teman lainnya dari dek atas.
Narsis di Atas Dek Kapal
Selama dua jam berikutnya kami berada di atas kapal. Perjalanan pertama adalah menuju Pulau Kelor. Kami menghabiskan perjalanan dengan foto-foto narsis di atas dek kapal. Deretan pulau-pulau berbibir pantai pasir putih terlihat tak jauh dari kami, menjadi pemandangan yang lumrah. Cuaca agak panas namun justru menambah keelokan pemandangan. Biru laut berpadu dengan biru langit dan jajaran pulau, oh wow, sungguh the real Indonesia banget. Pantaslah kalau orang mengatakan bahwa Indonesia itu indah. Bagaimana tidak indah kalau pemandangan alam yang ditawarkan saja seperti ini?

Pulau Kelor
Jajaran Kepulauan di Sepanjang Perjalanan
Setelah kurang lebih satu jam berlayar, kapal mulai merapat di sebuah pulau kecil tak berpengahuni, Pulau Kelor namanya. Tidak ada kapal lain yang merapat di sana. Sebuah bukit menjadi puncaknya. Pasir putih menyambut kami. Rinda langsung memamerkan atraksinya meloncat dari dek kapal ke dalam air. Dia satu-satunya yang bisa berenang dari 8 orang lainnya. Saya sendiri? Ah, saya sih gaya batu bisanya, wkwkwk...

Setelah turun dari kapal, kami lantas mendaki bukit yang ada di pulau itu. Cukup terjal juga, saya hampir terpeleset. Namun, hanya butuh waktu 10 menit saja untuk sampai di puncaknya. Dan bayaran yang didapatkan benar-benar setimpal. Pemandangan dari atas puncak bukit 1000x lebih indah dari di darat. Sejauh mata memandang, jajaran pulau, laut biru, langit biru, dan degradasi warna-warna alami yang langka kami temui menjadi pemandangan yang membuat kami takjub selama beberapa menit. Well, its really amazing.
Dan kemudian sesi foto-foto pun dimulai ^^
Pemandangan dari Atas Pulau Kelor

Puas menikmati keindahan ini, saya dan teman-teman turun bukit, karena memang hanya diberi waktu 1 jam saja. Very short time, karena kami harus segera menuju ke Rinca Island. Beberapa teman asyik snorkling saat saya turun. Memang, wisata alam bawah laut di pulau ini pun juga sangat amazing. Sayangnya, saya tidak bisa menikmatinya (FYI, again, saya tidak bisa berenang, wkwkwk).


Pulau Rinca
Pulau Rinca adalah destinasi kedua yang paling terkenal dari rangkaian tour Komodo. Mengapa demikian? Pasalnya, Komodo yang ada di pulau ini sebenarnya lebih banyak dari yang terdapat di Pulau Komodo sendiri. Dan, hampir sama dengan Pulau Komodo itu sendiri, Pulau Rinca memiliki area tracking yang cukup luas sehingga kita bisa menyaksikan komodo dragon langsung dalam habitat aslinya.
Dermaga Pulau Rinca

FYI sekadar review saja. Komodo dragon adalah satu-satunya hewan purba yang masih hidup sampai sekarang. Selain karena beracun dan sangat mematikan, komodo juga hanya bisa hidup di tempat itu saja. Saat ini, komodo dragon hanya ditemukan di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Nah, mulai tahun 2010, Pulau Komodo menjadi salah satu The Seven Wonders. Is it amazing? Itulah sekilas tentang komodo dragon.

Pukul 11 kami sampai di Pulau Rinca. Banyak kapal berjejer di dermaga. Kapal kami salah satunya. Setelah merapat, kami bergegas turun ke arah pintu masuk trekking. Saya melongok ke dalam air, terdapat berbagai ikan warna-warni berenang ke sana-kemari. Hebatnya, ikan-ikan itu jumlahnya ratusan bahkan ribuan yang bergerombol di bawah kapal dan perahu-perahu yang merapat. Oh wow, its really amazing. Di satu petak ini saja, ikan sudah banyak sekali, apalagi di seluruh lautan Indonesia, eh? Pantas saja kalau banyak negara yang ingin ‘menguasai’ Indonesia. Kekayaan bawah laut Indonesia terlalu banyak hingga ketika sudah diambil setiap hari pun tidak habis...
Gerbang Masuk Trekking
Kami masuk ke dalam gapura dan berjalan menyeberang dataran sejauh sekitar 300 meter. Selesai diurus tiket dan menyewa ranjer, kami pun briefing sejenak. Kami dibagi per kelompok untuk mendapatkan ranjer. Saya bersama dengan 14 orang berjalan dengan satu ranjer. Iya, karena kami tidak bisa dipisahkan, kami pun mendapat jatah satu ranjer saja (tidak bisa dipisahkan? Wkwkwk). Untungnya kami mendapat ranjer senior, yaitu Bapak Matius. Selama tour itu, Bapak banyak membagikan cerita-ceritanya pada kami.

Ada tiga trek yang bisa dipilih dalam trekking ini, yaitu short, medium, dan long. Kami sepakat untuk memilih yang medium karena jaraknya tidak terlalu jauh. Apalagi cuaca sedang panas-panasnya. Kalau memilih long, oh mati sudah kami, hehe. Sebelum mulai perjalanan, kami diberi panduan oleh Bapak. Pesan pertama, jangan berisik karena akan memicu komodo.
Bapak Matius, Ranjer Kami

Komodo adalah reptil darat terbesar di dunia. Hewan ini termasuk hewan yang terancam punah karena hewan ini merupakan hewan endemik. Endemik berarti, hewan ini hanya hidup di wilayah tertentu. Komodo hanya hidup di sebuah pulau yang bernama Pulau Komodo, Indonesia. Komodo termasuk jenis hewan karnivora, hewan ini memiliki bentuk lidah yang agak memanjang dan bercabang dua pada ujungnya mirip lidah ular. Penelitian menunjukkan bahwa ujung lidah yang bercabang ini berfungsi untuk “mengecap” makanannya. Hewan ini biasanya membuat sarang di bawah tanah (sumber: http://trendmagtheme.blogspot.com/2012/07/sejarah-pulau-komodo_13.html). Bapak Matius menjelaskan bahwa komodo hanya terlihat kalau siang hari saja, sementara kalau malam akan tidur di lubangnya. Bapak juga berpesan, bagi yang sedang menstruasi untuk berlindung di belakangnya. Ada satu teman kami yang sedang ‘libur’, yang selama masa tour itu berada di balik punggung Bapak Matius. Alasannya, karena komodo dragon bisa mencium bau darah bahkan dari jarak 2 km. Jika sudah mencium darah, maka langsung ‘hap’, dimakan. Makanya harus hati-hati. Bahkan, orang yang terluka pun tidak boleh ikut trekking karena akan membahayakan dirinya sendiri.
Kami pun mulai berjalan.

Di dekat dapur, kami langsung disuguhi 2 ekor komodo. Ranjer langsung menginstruksikan pada kami untuk mengambil foto, tentu saja fotonya harus hati-hati dan tidak boleh terlalu dekat. Takutnya, si komodo akan langung mangap dan seseorang akan terluka, hehehe... Atas pengawasan dari Bapak Ranjer, kami pun langsung berfoto secara bergantian. Hasilnya, bisa dilihat di bawah ini ^_^ Rupanya, komodo itu berada di sekitar dapur karena mencium bau-bau makanan dari dapur, begitu kata Bapak Matius.
Selesai foto sesi pertama, kami segera melanjutkan perjalanan. Kami disuguhi oleh seekor anak komodo yang baru berusia 3 bulan. Anak komodo itu menempel di pojok gubuk di lereng bukit. Kami berfoto lagi. Kami sempat berkenalan dengan seorang turis asing dari Swiss. Lantas kami berfoto lagi dengan si turis.
Bersama Komodo
Kami segera melanjutkan perjalanan karena hari sudah beranjak siang dan cuaca terlihat sangat terik sekali. kami mendaki bukit dan berada di hamparan sabana. Jauh mata memandang, terlihat laut di sekeliling kami. Pohon-pohon hijau sangat jarang terlihat. Di hutan jauh terdapat lebih banyak pohon. Sepertinya, trekking long akan melewati hutan tersebut.. Satu jalan setapak menghubungkan bukit-bukit sabana tersebut. Tak ada pohon besar, hanya ilalang saja. Panas. Kami serasa di film-film, karena di Jawa, saya belum pernah melihat hamparan sabana dan pemandangan seindah ini.

Di tengah jalan, Bapak Ranjer menunjukkan sesuatu berwarna putih. Rupanya itu adalah kotoran komodo yang sudah kering. Kami menfoto lagi, meskipun agak geli juga, hehehe... Perjalanan berlanjut. Selama satu jam berikutnya, kami sibuk foto-foto pemandangan, menjumpai beberapa bongkah kotoran komodo, dan menyeberangi bukit sabana. Beberapa kali kami berpapasan dengan para turis. Akhirnya kami masuk ke sebuah hutan. Rupanya kami akan melihat sarang atau nest komodo. Kami tidak lagi jalan mendaki tapi jalan datar. Di sarang komodo itulah, kami duduk-duduk melepas lelah sambil mendengarkan Bapak Ranjer bercerita. Sarang untuk bertelur adalah sedalam 2x2 meter dengan waktu pengeraman selama 9 bulan (mirip manusia, kan, hehehe).
Cara menangkap mangsanya, biasanya adalah menggigit kaki belakangnya, kemudian akan terkena racun, mati, dan dimakan. Yes, komodo dragon memiliki racun yang mematikan. That’s why, kita harus hati-hati, guys. Kemudian, ia bercerita tentang beberapa kejadian yang melibatkan jatuhnya korban akibat digigit komodo. Ada yang digigit kakinya, ada yang sudah dicaplok setengah badannya, bahkan ada yang hilang tanpa jejak. Ngeri sekali ketika mendengar cerita beliau. Total sampai hari ini adalah 28 korban yang mati.

Setelah setengah jam bercerita, kami pun segera melanjutkan perjalanan untuk kembali ke titik awal. Kami menjabat tangan Bapak Ranjer dan mengucapkan terimakasih. Selanjutnya kami duduk istirahat selama 10 menit kemudian memutuskan untuk kembali ke kapal. Sesampainya di kapal, makan siang sudah tersaji. Kami segera makan. Menunya istimewa sekali. seketika rasa lapar kami hilang sudah karena perut sudah terisi. Perjalanan selanjutnya adalah menuju ke Pink Beach. Kapal mulai berjalan.

Pink Beach
Jarak Pink Beach dengan Pulau Rinca adalah 2 jam perjalanan. Tidak terlalu lama. Kami pun memutuskan untuk duduk-duduk sambil mengobrol dan makan snack di dek bawah. Gugusan pantai berwarna putih dan dataran tinggi di kejauhan, berpadu dengan laut dan langit yang biru, menjadi pamandangan sehari-hari. Rasanya sungguh indah sekali. Rasa mual yang muncul karena tidak terbiasa dengan live on board pun perlahan hilang karena kami mulai enjoy dengan keadaan di sini.
Pink Beach
Tak beberapa lama kemudian, kami sampai di Pink Beach. Rupanya tak ada dermaga di pantai ini. Dan lagi, tak ada tempat untuk merapat di pantai. Akhirnya, bagi siapa saja yang ingin turun ke pantai, hanya ada dua jalan saja, yaitu berenang atau membayar uang perahu. Seketika, serombongan nelayan penjual aneka barang pada kami, yaitu aneka patung komodo berbagai ukuran serta perhiasan mutiara. Beberapa asyik menawar cendera mata tersebut. Sementara saya, mencoba menawar jasa perahu penyeberangan. Mereka meminta 10 ribu sekali jalan. Kami melakukan tawar menawar dan sampai pada harga deal, Rp 10 ribu pulang pergi. Segera kami naik ke dalam perahu dan menyeberang ke Pink Beach. Beberapa anak yang memakai pelampung dan bisa berenang segera melompat ke dalam air.

Sesampainya di pantai, kami duduk-duduk sejenak untuk melepas lelah. Ada banyak orang di sana, berbagai wisatawan asing dan domestik. Mereka berenang, bermain air, berjemur, dan snorkeling.

Pink Beach yang berarti Pantai Pink adalah salah satu keunikan alam yang ada di sini karena pantainya berwarna pink. Tentu saja, ketika kita ingin melihat ke-pink-annya, maka kita harus naik ke bukit di sebelah kiri. Dari sana, (katanya), pantai akan terlihat gradasi warnanya, dari putih, pink, dan biru laut.Menurut teman saya yang seorang lulusan geografi, pantai berwarna pink tersebut disebabkan oleh adanya batuan karang yang berwarna merah. Karang tersebut pun pecah menjadi serpihak kecil yang menyatu bersama pasir putih pantai, yang akhirnya menimbulkan gradasi warna pink di sepanjang pantainya. Teman saya tersebut menemukannya di pantai ‘rahasia’ yang terdapat di sebelah kanan Pantai Pink, tersembunyi di balik bukit rendah. Kata mereka, di pantai itu banyak sekali pecahan karang yang besar-besar dan berwarna pink.

Saya sendiri tidak menuju bukit itu, melainkan di bukit sebelah kiri yang biasanya dijadikan tempat untuk mendapatkan view terbaik untuk Pantai Pink. Memang bukit itu lebih tinggi, hehe, tetapi tidak seterjal bukit yang ada di Pulau Kelor. Sesampainya di atas, pemandangan yang ditawarkan benar-benar amazing sekali. Meskipun warna pink-nya tidak terlihat jelas, namun keindahan penoramanya tentu menjadi hal yang amazing lagi. Kami bahkan menemukan sebuah pantai berwarna hijau di sebelah bukit. Kami menyebutnya Green Beach, entah apakah sudah ada orang yang menamakannya atau belum, hehe.

Selesai sesi pemotretan, kami turun lagi karena waktu sudah habis. Kami naik ke perahu menuju kapal. Di kapal, sudah dihidangkan pisang goreng. Kami makan sambil minum teh. Saya bertanya pada nahkoda kapal, arah kami selanjutnya, karena hari sudah mulai petang. Kata beliau, kami akan menuju ke Pulang Kalong dan bermalam di sana.

Malam itu, kami tidur di dalam kapal di samping Pulang Kalong. Banyak kapal juga yang mengapung di atas perairan, sama seperti kami. Suara generator memenuhi sekitar. Kami makan malam kemudian tidur di dalam kamar, bersiap untuk hari besok yang pastinya lebih amazing lagi. Besok kami akan mengunjungi Pulau Komodo dan Pantai Pulau Kanawa. It’s really amazing place. So, don’t missed it ^_^


Bersambung

No comments:

Post a Comment