Monday, July 14, 2014

Trimester Terakhir (Warna-warni Ende Part. 47)



Rindu Pulang

Tidak terasa, sudah menginjak trimester terakhir dalam perjalananan saya di tanah Flores. Rasanya sungguh menyenangkan sekaligus menyedihkan. Menyenangkan karena sudah 9 bulan saya lewati di sini dengan keadaan yang baik-baik saja. Bahkan berat badan saya yang cenderung konstan dalam 4 tahun terakhir ini telah naik 2 kg, hehehe. Adaptasi, itulah kuncinya. Adaptasi dengan makanan, lingkungan, iklim, sosial, dsb. Tidak ada masalah yang berarti dalam perjalanan saya selama beberapa bulan ini, karena keadaan sangat menyenangkan sekali: ketika di atas menanti-nanti saat untuk turun, dan ketika di bawah menanti-nanti saat untuk naik. Waktu berjalan cepat. Memang, ada satu dua hal yang terkadang membuat air mata saya mengalir. Tapi, tidak seperti di Jawa dimana saya bisa mengambil kunci motor dan ngebut untuk meluapkan emosi saya, di sini saya harus bisa menahan diri. Saya belajar untuk nrimo dan ikhlas. Semuanya berjalan menyenangkan.

Meski begitu, tentu ada yang menyedihkan.
Menyedihkan karena ada masalah internal di dalam tim kami. Tim yang saya bayangkan akan menjadi tim yang solid itu ternyata terpecah. Mungkin, gambaran itu harusnya sudah ada ketika kami masih di AAU dulu. Dibandingkan tiga tim lainnya, kami terlihat tidak kompak. Dan beginilah endingnya, acara yang saya pikir akan menyatukan kami, ternyata justru semakin memecah belah kami. Rasanya hati saya sakit.

Saya adalah seorang pisces yang menyukai perdamaian. Saya tidak suka konflik dan menyukai semua orang saling menyayangi. Tapi, idealisme itupun tidak bisa diterapkan bagi orang lain. Saya ingat kata-kata koordinator saya dalam acara yang kami gagas, “Sakit hati dan kecewa itu boleh. Namun, jangan sampai sakit hati dan kecewa itu terlihat dalam dhohir/jasmani/sikap kita di luar. Simpanlah di dalam rohani, hati, dan dalam diri saja.”
Saya setuju dengan hal itu. Benar, hal itu sama maknanya dengan profesionalitasan kerja. Profesional itu berarti mengesampingkan semua hal pribadi untuk kepentingan umum.

Dan saya berusaha untuk melakukannya. Saya berusaha untuk melakukan semua yang mereka inginkan dari saya, meski saya tidak bisa. Meski sakit hati, tangis, dan lelah mewarnai saya dalam setiap kesempatan, tapi semuanya saya kesampingkan: bahwa semua sakit hati itu bersifat personal dan tidak ada manfaat sama sekali selain mengotori hati.

Dan pada akhirnya, saya tahu bahwa selalu ada orang yang tidak suka dengan saya—hanya karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Dan mendengar mereka membicarakan saya di belakang itu seperti paku yang menancap di kayu, bekasnya masih ada sampai sekarang, dan luka itu akan terus nyata karena sudah tertulis di sini. Ketika saya membacanya lagi, maka luka itu menganga.

Setiap orang tidak sempurna, tapi dari ketidaksempurnaan itulah kita belajar untuk menerima. Bahwa dari sana, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya. Selama saya hidup seperempat abad ini, umur yang tidak lagi muda, sungguh sangat menyedihkan masih melihat keegoisan diri. Bahasa kasarnya, kekanak-kanakan sekali. Lalu, apa yang harus saya lakukan?

Lagi-lagi, saya hanya diam dan menyimpan semuanya sendiri, membaginya dengan ‘dia’, dan mengadu padaNya. Satu keyakinan yang saya pegang teguh, bahwa semuanya baik-baik saja. Waktu. Waktulah yang akan menjawab semuanya. Semua rindu, tangis, tawa, sedih, gembira, pada akhirnya akan dijawab oleh waktu.

Dan kini, tinggal hitungan minggu saja saya masih berada di sini. Semua rindu yang sudah meluap, tangis yang kering, tawa yang menggantung, sedih yang kerontang, akhirnya akan terjawab di hari itu. Hari dimana saya akan pulang setelah sekian purnama saya lalui di sini, sendiri, bersama dengan orang-orang baru.

Alhamdulillah...
Terimakasih Ya Alloh...

20 Mei 2014, @Kota Ende

No comments:

Post a Comment