Beberapa
waktu lalu saya turun ke Nangaba, sebuah ibukota kecamatan di Ende. Saya tidak
tahu letak pasti geografisnya, karena saya buta arah di Ende, belum punya
kompas. Tapi, setahu saya, ini adalah jalur utama menuju Nanga Panda dari kota
Ende.
Hal yang
menarik dari Nangaba adalah alamnya yang amboi indah nian. Rancak bana (kenpa
ini malah jadi Sumatra -_-). Ada Sungai Nangaba mengalir, menjadi cadangan air
utama bagi penduduk di sekitar aliran sungai. Air ini dimanfaatkan untuk mandi,
cuci, dan bahkan pesiar. Setiap hari Minggu, banyak orang yang datang ke sini.
Semacam liburan ke pantai kalau di Jawa, ramai banget. Jadi, pemandangan di
sini pun akan beragam sekali, mulai dari orang yang mandi di sungai, cuci baju,
cuci motor, cuci mobil, kencan, hingga duduk-duduk bakar-bakar ikan. Lucu kalau
dilihat. Pemandangan yang pastinya tidak akan didapatkan di Jawa—khususon
Bantul ^^.
Pulau Ende Dilihat dari Jajaran Pantai Nangaba |
Selain
sungai, ada juga pantai di Nangaba. Nangaba memiliki jajaran pantai yang saya
pun tidak tahu apa namanya. Jadi saya sebut pantai Nangaba saja ya,hehehe.
Pantai dari Laut Sawu, jika dibandingkan dengan ombak di Pantai Selatan Jawa
jelas berbeda. Tidak ada ombak yang besar, jadi indah sekali. Sepi juga, tidak
banyak orang yang pergi ke pantai. Keindahannya terletak pada kebersihan
pantai, pemandangan Pulau Ende di kejauhan, serta jajaran bukit Nanga Panda
sebelah utara maupun kota Ende, Gunung Ia, dan Gunung Meja di sebelah selatan.
Indah. Apalagi bila laut sedang biru-birunya, cuaca cerah, dan langit pun juga
biru bersih, wow banget...
Pantai-pantai
ini dimanfaatkan terutama untuk mencari ikan—sumber makanan utama di kota Ende.
Jadi, banyak sekali nelayan yang melaut sepanjang waktu. Di sepanjang jalan
pantai pun banyak kios-kios ikan yang menyediakan ikan fresh. Bener banget,
fresshhhh from the sea. Bayangin lah, di Jawa jarang banget bisa nemuin ikan
yang fresh. Jadi, surga banget di sini. Ikannya pun bisa didapatkan dengan
harga yang relatif lebih murah dibandingkan di Jawa—menurut hemat saya lhoh.
Harganya antara Rp 15.000-Rp 20.000 untuk 1 ekor ukuran yang besar, dan
mencapai Rp 30.000-Rp 40.000 untuk yang besar sekali. Jenis ikannya saya tidak
tahu, tapi katanya ada ikan tambang, tongkol, dan juga tuna. Bagi saya yang
awam masalah ikan, saya tetap tidak tahu apa bedanya. Ikan yang saya tahu
bedanya hanyalah ikan lele, wkwkwkwk....
Di Nangaba
juga ada sebuah pasar yang hanya beroperasi seminggu sekali, yaitu Pasar
Nangaba. Pasar ini hanya ada di hari Sabtu pagi saja. Kata Mama, pasar ini
digunakan bagi para petani untuk menjual hasil pertaniannya ataupun lainnya.
Mama biasanya menjual sirih pinang. Setiap satu ikat (berisi 40 buah) dijual
seharga Rp 15.000-Rp 20.000 katanya (kalau saya tidak salah dengar sih,
hehehe). Saya belum pernah ke sana, kapan hari hanya lewat saja. Pas hari
Minggu jadi tidak ada yang jualan, kosong begitu saja.
Nangaba
merupakan sebuah kota kecamatan, jadi cenderung ramai. Nangaba juga merupakan
cabang menuju ke titik-titik desa lainnya, jadi banyak sekali oto, bus kecil,
maupun ojek yang bisa dengan mudah dijumpai di sana. Di Nangaba, cukup banyak
yang muslim, jadi tinggal di sana itu seperti tinggal di rumah saja—area
seperti desa, tapi dekat ke kota. Hanya sekitar 20 menit saja menuju kota.
Well, itu
sedikit tentang Nangaba. Tempat mana lagi yang saya kunjungi? Nantikan cerita
selanjutnya ya ^^
top markotop bu guru
ReplyDeleteSalam BBB
Salam BBB juga ^^
Delete