Siang tadi
saya menonton film Perahu Kertas part 1 dan 2 yang saya rerun dalam 4 jam. Sebenarnya, saya tidak terlalu suka dengan film
ini sebelumnya. Agak malas-malasan juga menonton film ini. Kok kayaknya banyak
banget yang excited, jadi saya jadi males (ini beda utama saya dengan banyak
orang, saya males dengan hal-hal yang diminati banyak orang, hemm...aneh!).
Tapi, karena tidak ada film lain yang menarik sekaligus ingin menuntaskan
film-film yang ada di netbuk ini, akhirnya saya pun menontonnya.
Oh ya, saya
nulis postingan ini bukan karena saya pengen jelek-jelekin Perahu Kertas, ya.
Saya juga tidak ada niat untuk duel. Ini hanya dalam prespektif saya saja. Dan
benar-benar tidak ada maksud apapun.
Film ini
diangkat dari novel karya Dee. Dee adalah salah satu penulis favorit saya.
Entah mengapa, saya menganggap tulisannya itu cukup eksentrik. Mengapa? Well,
ketika saya membaca Supernova-nya pada usia SMA, saya merasa novel itu
benar-benar berbeda dan ajaib. Cerita tentang ‘Pangeran, Putri, dan Bintang
Jatuh’ tidak begitu saya pahami—tapi saya sukai, sangat. Cerita tentang ‘Petir’
agak saya pahami dan saya sukai. Selain itu, saya belum baca. Kemudian, cerita
tentang ‘Filosofi Kopi’ benar-benar membuat saya melting dengan tulisan Dee. Tulisannya
itu indah. Alurnya itu tidak bisa ditebak. Aneh, tapi keren. Tapi, ketika
‘Perahu Kertas’ muncul di Gramedia, saya tidak terlalu excited ingin
membacanya. Entah mengapa...
Baru hari
inilah saya nonton filmnya.
Sumber Gambar |
Satu demi
satu adegan film mulai saya lewati. Lama kelamaan saya pun mulai hanyut dalam
ceritanya. Ceritanya mengalir dan membuat penasaran. Penasaran dengan
ending-nya—meski saya entah bagaimana caranya tahu bahwa ending-nya pastilah si
Kugy bakal sama Keenan, alias happy ending. Tapi, begitu ada adegan yang
memutuskan mereka sama-sama bubaran dan Si Remi melepaskan Kugy, kok saya jadi
sebal sendiri ya. Helloooo...cowok sekeren Remi itu lhohhhh...wkwkwkwk...kenapa
sih Kugy tidak mencoba untuk meyakinkan Remi bahwa dia sudah jatuh cinta
padanya. Saya jadi sensi sendiri pas nonton, wkwkwk...
Lalu, saya
malah jadi bayangin tentang Mas Hasbi dan Mas Aziz...tapi tentu saja bayangan
itu langsung terhapuskan sudah. Well, delete delete delete!!!
Balik ke
cerita tentang Perahu Kertas.
Hemat saya,
ceritanya bagus kok. Jelas alurnya tidak bisa ditebak. Dan main theme di sana,
yaitu kesungguhan kita akan sesuatu dan berusaha untuk meraih mimpi itu pasti
akan terwujud, cukup bisa saya tangkap. Selain itu, keanehan tokoh utamanya pun
bisa saya terima dengan besar hati—well, cewek mana sih yang freaky banget
sampai jadi Agen Neptunus, wkwkwk. Akting Maudi dan Adipati juga oke banget,
apalagi aktingnya si pemeren Habibie...haduduhhh...melting down banget... *yang
bagian ini saya nglebay banget =)
Oke, saya
tidak tahu, apa maksud postingan saya kali ini. Saya mau review tentang
filmnya, tapi malah curhat ngalor-ngidul. As whole, saya menikmati film ini.
Ya...apalagi sutradaranya Hanung Bramantyo, jadi pastilah filmnya bagus banget.
Rasa penasarannya gigit, jadi tak terasa sudah selesai filmnya. Two thumbs up
deh. Meski begitu, saya tetap tidak ingin baca bukunya, hehehe. Saya lebih
tertarik ingin baca Rectoverso (FYI, saya sudah nonton yang ini bareng Mas
Aziz, dapet gratisan kuis via twitter, hehehe)
Sampai ketemu di postingan geje berikutnya. Dan jangan lupa, tinggalkan jejak.
No comments:
Post a Comment