Aksi Anak-anak di Depan Sekolah *dokumentasi pribadi |
Sekolah kami beratap seng, dengan kayu-kayu sebagai patok
utama, dengan anyaman bambu sebagai dindingnya, dan tanah sebagai lantainya. Kami
selalu was-was kalau hujan dan angin besar datang. Karena hujan akan membasahi
tanah. Karena angin besar akan menghancurkan sekolah kami dalam sekali tebas.
Itulah SD N Nakawara. Letaknya ada di desa Ranoramba,
kecamatan Ende, kabupaten Ende. Jarak dari pusat kota tak kurang dari 1 jam.
Tapi, tentu saja tak bisa dibayangkan jalan yang dilalui semulus dari
Bantul-Sleman yang juga ditempuh dalam jarak 1 jam. Jika jalan mulus, Ranoramba
bisa dicapai dalam waktu tak kurang dari setengah jam. Medan menuju Nakawara
memang sangat memacu andrenalin. Pantaslah, tak banyak orang yang berkendara
sendiri. Alat transportasi utama ke Nakawara adalah dengan ojek motor (30-40rb
naik turun). Tentu saja, tak sembarang ojek motor, hanya yang ahli dan punya
jam terbang tinggi saja yang siap mengantarkan dalam segala cuaca. Panas sih
oke, kalau hujan, hati-hati licin. Salah-salah bisa masuk jurang.
Bagaimana menuju ke sana?
Pemandangan di Sepanjang Laut Sawu *dokumentasi pribadi |
Sampai di Jembatan Nangaba, kami menuju ke arah kecamatan
Ende di Nangaba. Setelah itu, ada pertigaan, arah kanan menuju Wologai,
sedangkan arah satunya menuju Nakawara. Kami mengambil arah kiri. Selama 25
menit kemudian, pemandangan yang ada di depan hanyalah pegunungan. Well,
sebaiknya hanya lihat depan saja, deh. Pasalnya, jalannya sumpah ngeri banget
euy. Sulit mendeskripsikan keadaan jalannya. Di sebelah kanan ada bukit, di
sebelah kiri ada jurang. Sepanjang jalan hanya ada jajaran kebun kakao, kelapa,
cengkeh, kemiri, dsb, kadang dengan beberapa kampung juga. Jalannya pun tidak
rata, karena hampir 80% masih berupa batu-batu kasar yang terjal, tanah, dsb
yang jika bukan ahli pasti tidak akan bisa melewatinya. Beberapa jalan memang sudah
semen cor-coran, tapi beberapa bagiannya sudah rusak jadi sama saja malah
membuat bahaya. Kadang, saya harus turun kalau jalan sudah tidak memungkinkan.
Kadang, pegangan harus kuat kalau ada turunan, dan lebih kuat lagi kalau ada
tanjakan. Bisa-bisa kita yang di belakang akan terpelanting jatuh masuk jurang.
Ngeri kan...
Melewati jalan ini membuat saya teringat perjalanan saat
Baksos di Gunung Kidul tahun 2008 lalu, saat baru fresh jadi mahasiswa. Tentu
saja dengan mengendarai si hitam yang setia banget—yang pulangnya ada acara ban
bocor segala. Hanya saja, tidak ada jurang, jadi relatif lebih aman. Jalan ini
juga mengingatkan saya pada jalan di Petungkriyono. Mirip. Meski Petungkriyono
sudah lebih halus dan aman.
Setelah berkendara yang sebenarnya sangat sebentar tapi
karena medannya ngeri jadi serasa seabad, akhirnya sampailah kita di dusun
Nakawara. Bagi orang yang belum berpengalaman, siap-siap pegangan dulu, karena
lutut dan tangan akan berasa gemeteran dan lemas—saya untungnya tidak, heheheh.
Nah, susun ini termasuk dusun yang terjauh, hampir berbatasan dengan Nanga
Panda dan Maukaro (katanya penduduk setempat lho ini ^^).
SD N Nakawara termasuk SD yang baru, karena baru 2-3 tahun
ini berdiri. Jadi, bangunannya masih merupakan gedung sementara. Well, saya
sebut gedung bukan berarti ada tembok dan genteng. Seperti yang sudah saya
sebutkan di awal tulisan ini, bangunan kami masih terdiri dari dinding bambu,
tanpa ubin, dan semuanya murni dari kayu. Bahkan, meja kursi siswa pun dibuat
sendiri dari kayu. Keren banget kan. Memang, SD ini merupakan hasil kerja keras
dari seluruh penduduk di desa Ranoramba. SD terdekat dari SD ini adalah SD K
Worombera, sekitar 5 km (kata Mama) dan harus ditempuh dalam waktu 1 jam jalan
kaki (mendaki dan menurun bukit juga tentunya ^^). Sekadar info, Desa Ranoramba
juga merupakan desa baru, hasil pemekaran dari Desa Nakuramba. Jadi, para
penduduk desa Ranoramba (yang terdiri dari 3 dusun, Nakawara, Ratenusa, dan
lupa apa nama satunya), pun memperjuangkan agar ada SD di desa mereka. Dan inilah,
desa Ranoramba punya SD N Nakawara.
Upacara Serah Terima SK SD *dokumentasi pribadi |
Pada tanggal 12 Oktober 2013 lalu, telah dilakukan serah
terima SK SD tersebut, sehingga SD tersebut sudah diakui dan resmi berdiri.
Hanya saja, jumlah rombongan belajar yang diijinkan baru sebatas 3 kelas,
sehingga selepas kelas 3 anak-anak akan pindah sekolah lagi. Kata Pak A, untuk
menuju ke 6 rombel, butuh proses dan waktu. Jadi, yang terpenting sekarang
adalah adanya gedung yang permanen.
Rencananya, gedung baru akan dibangun sekitar 200 meter dari
gedung lama. Hanya saja, lokasinya lebih dekat ke jalan jadi pemandangannya
nanti pun tak seindah gedung lama. Gedung lama memang ada di atas bukit. Bahkan
dari sana, bisa terlihat gedung sekolah Worombera, Magengura, Laut Sawu, serta
kota Ende di kejauhan. Tinggi kan. Tapi meski gedung lama ada di bawah, tak
masalah asalkan segera terealisasikan.
Well, pendirian gedung ini, selain atas bantuan dari
pemerintah, juga swadana sendiri dari masyarakat lho. Keren banget ya.
Sementara banyak sekali sekolah-sekolah di Jawa yang tidak dipakai karena
bergabung menjadi satu (grouping), dsb., Nakawara justru bersusah payah untuk
membangun sebuah gedung. Saya sih berharap ada pihak yang mau menjadi sponsor
pendirian sekolah ini. Saya ingin bantu, tapi bingung mau bantu apa. Akhirnya,
yang bisa saya lakukan hanyalah menulis di blog. Curhat.
Well, itulah sekolah tempat saya tinggal selama 1 tahun.
Semoga saya betah.
Bagaimana tidak betah, murid-muridnya menyenangkan,
pemandangannya menyenangkan, dan guru-gurunya pun juga menyenangkan.
Lanjut besok lagi, ya. Sudah malam. Waktunya untuk
tidur ^^.
Saya sangat menikmati blog anda. Jika anda tertarik dengan sumber pendidikan online, coba: Free Online Tutoring Terima kasih!
ReplyDelete