Tirai hujan basahi akuTemani sepi yang mengendapKala aku mengingatmuDan semua saat manis itu
*) Utopia, Hujan
Baca judulnya, ini bukan postingan romantis yang
mengingatkanku pada hujan di tanah Jawa lho. Jadi, kalau ingin cerita romantis,
baca di tag lainnya saja, ini cerita tentang hujan di tanah rantau. Dan tidak
ada unsur romantisme sama sekali...
Saya akan bercerita tentang cuaca di tempat saya tinggal.
Sebenarnya, cuaca di sini (FYI, saya sedang di Ende bagi
yang belum tahu), itu cuaca yang aneh. Anomali. Kadang panas ampun-ampunan,
kadang hujan deras-derasan. Pagi selalu disambut dengan mendung, siang panas
menyengat, tak lama kemudian hujan deras turun.
Seperti hari ini.
Hari ini saya berencana untuk turun ke Nangaba. Weekend,
masbro! Sudah hampir 2 minggu saya di atas, harus sedikit merefresh diri agar
tidak stres.
Akhirnya memutuskan untuk turun dan koordinasi dengan koordinator
kecamatan kami—namanya Cahyo. Saya sudah janjian dengan Mbak Eka. Mbak Eka
sedang ada masalah krisis listrik. Entah kenapa, genset yang biasanya menyala
jadi tidak dinyalakan lagi, lalu Mbak Eka krisis batere, kadang di sms pending
karena hape tidak aktif. Oh...saya hampir ingat peristiwa satu minggu lalu
dimana hampir selama 1 minggu saya juga tidak ada listrik. Alhamdulillah, power
bank bisa membantu saya. Dan finally, di detik-detik terakhir batere saya
sekarat dan powerbank habis, listrik pun menyala. How lucky, rite?!
Akses Jalan ke Ranoramba *dokumentasi pribadi |
Jadi saya kasihan sekali dengan Mbak Eka. Kan Mbak Eka sudah
baik banget sama saya, nemeni berobat, nemeni belanja, pokoknya soulmate di
sini lah. Jadi, saya pun memutuskan untuk turun.
Pagi hari tadi, Mbak Eka mengirim SMS.
“Jadi turun?”
“Kalau ga hujan aku turun mbak, tapi kemungkinan besar iya.”
Balasku sambil menatap langit di luar. Mendung.
Tapi mendung pagi tadi pun tersaput sinar matahari. Panas.
Panas banget pokoknya. Cerah. Tanpa ada mendung seperti hari-hari lalu. Jam 11
siang kami pulang dari sekolah. Masih panas. Ah, saya berangkat jam 12 saja,
deh. Jadi, masih ada waktu 1 jam, gunakan saja untuk mencuci. Kebetulah air
juga mengalir. Buka sarung bantal dan sprei, kumpulkan pakaian kotor, dan cuci.
Jam 12, cuaca masih panas. Saya pun bersiap-siap. Lanjut
makan siang—alhamdulillah menunya ikan.
Selesai makan, ku lihat mendung mulai bergelayut dari utara.
Oh...perasaan rasanya tidak nyaman.
Jam 12.25, cuaca masih cerah. Tinggal menunggu ojek.
Jam 12.35, ojek datang, bersamaan dengan hujan yang mulai
turun. Pelan tapi pasti, rintik itu berubah menjadi hujan lebat. Tambah lagi
angin. Tambah lagi kilat. Tambah lagi guntur.
Oh, well...
Beginilah ending dari hari ini.
Hujan pun menyapu semua hawa panas. Sekaligus hawa
kebahagiaan dan semangat untuk turun. Saya sudah SMS beberapa orang tapi belum
ada balasan. Mungkin hujan juga telah menghalangi sinyal. Plusnya, listrik pun mati. Jadi, bersiap-siap
untuk mematikan laptop agar bisa digunakan saat dibutuhkan.
Benar-benar cuaca yang aneh, bukan? Rasanya saya belum
pernah mengalami perubahan sedrastis ini saat di Jawa. Kalau menurut saya,
perubahan ini benar-benar tidak menyehatkan untuk tubuh. Tubuh yang tadinya
panas, berubah menjadi dingin. Artinya, gampang sakit.
Hujan memang memiliki cerita masing-masing. Anak-anak
Worombera yang pulang dari sekolah pasti juga hujan-hujanan. Orang-orang yang
naik dari Ende pasti juga berhenti untuk berteduh. Masih ingat juga cerita
dimana saya beramai-ramai menampung air hujan karena stok air di kontrakan
habis. Hari itu saya bahagia hujan turun. Hari ini...saya rasanya ingin memaki.
Tapi, entah harus memaki siapa.
Tapi, ketika saya melihat dari satu sudut pandang yang lain,
ada satu hal yang saya ingat. Bahwa setiap hal yang Dia atur adalah hal yang
terbaik. Saya tentu tidak tahu, makna dibalik hujan tiba-tiba ini. Bisa jadi,
ini adalah salah satu bentuk penjagaan Alloh pada saya. Jadi, mau tak mau,
harus ikhlas dan legowo.
Ya...entahlah, saya jadinya turun apa tidak ini. Kalau saya
turun, besok sudah naik lagi. Ah...waktunya hanya sebentar. Jalannya bikin
sempoyongan. Tapi kalau tidak turun, listrik pun mati. Ah...dalam kegelapan
lagi.
Baiklah, nanti bagaimana baiknya saja deh. Alloh lebih
tahu J***
Beberapa jam kemudian...
FYI, saya jadinya turun pada pukul 14.30. Yap...hujan berhenti dan akhirnya saya turun. Dan benar saja, cuaca langsung berubah drastis. Awan gelap seolah menghilang begitu saja, digantikan oleh birunya langit dan awan putih yang berarak riang, seolah tidak ada hujan yang terjadi sebelumnya.
Tapi, karena medannya sungguh mengerikan, saya tak henti-hentinya berdoa, berharap motor tetap stabil jadi saya tidak nyemplung ke jurang.
Dan saya pun sampai di kota. Horeee!!!
No comments:
Post a Comment