Teman dekat
atau sahabat adalah seseorang yang akan selalu hadir ketika kita
membutuhkannya.
Well,
definisi itu tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak sepenuhnya benar (untuk sudut
pandang tertentu, tentu keluarga dan calon suami/istri menduduki tempat
istimewa ini).
Selama
beberapa tahun saya hidup di beberapa jenjang pendidikan, teman memiliki arti
yang lebih dibandingkan sebagai seseorang yang akan selalu hadir ketika kita
membutuhkannya. Lebih dari itu, teman memiliki tempat di hati, bersanding dengan
jajaran nama yang familiar seperti Bapak, Ibuk, Mbak, Adek, dan (bahkan) Mas
Pacar. Untuk keluarga besar, saya rasa orang-orang ini memiliki peran
tersendiri, dan tidak selalu menjadi ‘seseorang yang akan selalu hadir ketika
kita membutuhkannya’.
Entah sejak
kapan terjadi, sekolah menjadi satu institusi yang paling mewajibkan seseorang
untuk memiliki teman dekat atau sahabat. Well, mari kita sebuh mereka dengan
istilah ‘sahabat’ saja supaya tidak terlalu panjang pas ngetiknya, wkwkwk...
Balik lagi
ke topik kita, sekolah menjadi tempat dimana memiliki sahabat adalah hal yang
wajib. Cobalah bayangkan, apa yang akan terjadi pada kita tatkala tidak punya
teman di sekolah? Makan di kantin sendirian, menjadi orang yang paling akhir
dipilih dalam tugas kelompok, weekend yang boring karena tidak bisa pijamas
party, dan berkutat hanya dengan tugas dan perpustakaan saja. Bahkan memiliki
pacar pun masih menjadi hal yang lumrah dibandingkan tidak memiliki teman atau
sahabat. Jelas, orang akan dicap aneh apabila kemana-mana sendirian
saja—terlepas apakah dia punya pacar atau tidak.
Sumber Gambar |
Memang,
memiliki teman adalah sesuatu yang amazing,.
Pernah saya
menonton film ‘One Litre of Tears’ (versi asli yang dari Jepang itu), dimana
tokoh utama begitu sangat mencintai dua sahabat yang dengan setia selalu
bersamanya ketika si tokoh utama sakit. Saya bisa merasakan betapa hebatnya
peran sahabat dalam masa-masa yang menggembirakan dan menyedihkan.
Saya pernah
mengalaminya. Ketika saya berdarah-darah (oke, yang ini nglebay tingkat dewa)
nangisin cowok, ketika saya bahagia tingkat dewa ketika merasakan kencan
pertama, ketika terharu karena buku saya akhirnya selesai (dan terbit), ketika
galau ngerjain skripsi, ketika tidak ada tempat untuk pergi, maka merekalah
yang membuka pintu kos dengan tangan terbuka—selalu siap ketika saya mengalami
hal-hal yang warna-warni. Merekalah teman dan sahabat saya yang hadir ketika
saya butuhkan. Well, hal ini tentu saja terlepas dari peran keluarga, karena
ada hal-hal tertentu yang pastinya tidak bisa kita bagi dengan keluarga.
Terimakasih,
untuk segelintir orang yang mau berbagi dunianya dengan saya, yang dengan
bangga saya sebut sahabat saya. Terimakasih untuk hadir dalam salah satu masa
dalam hidup saya, memberikan berbagai pelajaran terbaik bagi saya. Ketahuilah,
tanpa kalian, tentu saya tidak bisa sampai seperti ini. Dengan cara kalian
masing-masing, benar-benar memberi makna tersendiri bagi saya dan kehidupan
saya saat ini.
Dan saat
ini, ketika melihat kalian mencapai cita-cita kalian, menikah dan akhirnya
melahirkan, memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dari masa-masa lalu kita, maka
saya akan turut berbahagia. Bahagia untuk keberhasilan kalian. Bahagia untuk
masa depan yang indah.
Selamat.
Selamat untuk pencapaian ini.
Senantiasa
saya doakan semoga hidup kita sama-sama barakah dan mampu menjalani kehidupan
sesuai dengan tugas kita.
Saya sungguh
mencintai kalian.
No comments:
Post a Comment