Apabila kita
membandingkan antara perayaan Idul Fitri dan Christmas, tentu saja keduanya
jauh berbeda. Well...itulah yang saya alami.
Liburan kali
ini saya Natal di bukit. Tanpa maksud apapun selain bantuin masak dan mengenal
masyarakat di sini. Hujan membuka pagi ini, tanggal 25 Desember. Semua orang
mulai sibuk dan sebagainya. Cuaca tidak mendukung. Hujan. Saya hanya melihat
orang hilir mudik. Ada yang mandi, angkat air, sudah berangkat Misa, dsb.
Beberapa orang dari Nakawara berjalan melintas, dengan pakaian baru, sandal
dijinjing, dan daun pisang atau talas di tangan untuk melindungi agar tidak
kehujanan. Tidak matching sebenarnya, ketika gaun-gaun cantik dengan renda dan
pita, sandal high heels, dipakai di sini, yang notabene becek, berbatu, dan
salah tempat banget. Tapi...ya sudahlah, saya makhlumi...
Jam 10 mulai
sepi. Saya mandi dan cuci. Benar-benar hening. Dari kejauhan terdengar suara
koor gereja Worombera. Saya lihat, gereja itu penuh orang, bahkan orang-orang
yang berdiri di luar bangunan itu pun terlihat dari tempat saya mencuci baju.
Sumber Gambar |
Selesai mencuci,
telfon-telfonan dengan Mas Pacar dan ngemil.... (alhamdulillah banget tiba-tiba
ada sinyal nyasar selama 1 jam).
Selesai itu,
misa pas selesai.
Karena Bapak
dan Mama belum pulang, saya diundang ke rumah Manto dan kami makan di sana.
Sudah ada beberapa Mama, diantaranya Mama Refan, dan juga keluarga Viki. Kami
makan ayam yang semalam saya potong. Selesai makan, saya duduk-duduk di serambi
rumah Mama Rina. Ramai orang hilir mudik. Beberapa yang cukup tahu sopan
santun, mendekat dan menyalami saya. Rupanya tradisi Natal di sini adalah
berjabat tangan dan memberi selamat. Entah sudah berapa puluh tangan menjabat
saya sampai saya mengetik postingan ini.
Akhirnya,
Bapak dan Mama pulang. Saya lantas membantu ini itu, bikin kopi, nyiapin makan,
jadi pelayan (maksudnya ngeluarin minum dan makan), juga cuci piring. Ngobrol
ngalor ngidul dengan para tamu yang datang. Makan kenyang. Ramai banget.
Roaming juga, meski saya agak paham topiknya.
Hujan
seharian, jadi saya tidak diajak pergi kemana-mana. Kata Mama tempo hari, kita
bisa pergi ke Nakawara. Tapi, karena hujan, kami hanya di rumah saja. Beberapa
anak muda berkumpul di Nakawara dan pesat moke sambil memasang speaker dengan
keras. Alhamdulillah tidak di sini. Saya ngeri juga membayangkan anak muda itu
pada mabuk, hiiii...
Well,
begitulah Natal di Nakawara. Secara garis besar, semuanya terlihat seperti
hari-hari biasanya—minus baju baru dan bagus ketika ke gereja. Tidak ada acara
membersihkan rumah, masak besar, camilan banyak, dsb seperti saat Idul Fitri. Saya
hampir tidak melihat perbedaan dengan hari-hari biasa, karena masih banyak juga
anak-anak yang sepulang gereja berganti pakain kumal, main sana-sini, dsb.
Tapi, setidaknya, hal ini bisa menjadi pengalaman menyenangkan ^^.
No comments:
Post a Comment